Selamat Datang Di Blog Han Hyo Mi


widget

My Bestfriend


Judul: For My Bestfriend
Tokoh: Yu Eun (Han Hyo Mi), Tae Yang (Reiyuu Dynataka), Nuest: Minhyun dan Min Ki.
Untuk: 15 +

Aku membeli segelas susu hangat dan roti bakpao dikantin. Sambil menunggu pesananku, aku menulusuri sudut-sudut ruang kantin yang luas itu. Pandangan ku terhenti ketika menadapati seorang laki-laki yang membuat ku terdiam. Dia adalah Minhyun. Laki-laki yang sudah lama aku kagumi dikelas ku. Takku sadari selama aku memandangi Minhyun, Gong An, perempuan yang duduk dihadapan Minhyun menatap ku. Gong An juga adalah teman sekelas ku.
“Ini pesanan mu, nak” ujar penjaga kantin itu.
“Heh, iya.Terima kasih” jawab ku.
Aku pun berjalan melewati samping Minhyun. Dengan rasa deg-degan dan malu, aku tetap berjalan sambil memegang erat minuman dan makanan ku.
“Hai, Yu Heun!” ujar Gong An memanggilku.
“Eh, hai!” sapa balikku padanya.
“Sepertinya, Minhyun ingin bertemu dengan mu sepulang sekolah”
“Benarkah?” tanyaku senang.
“Emh, iyakan Minhyun?” ujar Gong An. Minhyun hanya diam sambil menatap minumannya.
“Kalau kamu mau, kamu bisa bertemu dengannya diloteng atas sekolah sepulang sekolah nanti” lanjut Gong An.
“Emh, aku mau. Aku akan keloteng sepulang sekolah” jawab ku dengan girang sekali. Aku pun meninggalkan mereka. Setelah itu, Gong An mengeluarkan Devil Smile-nya.
Sepulang sekolah, aku bergegas naik keatas loteng sekolah. Perasaan bahagia dan bangga bercampur menjadi satu di hatiku. Sesampai disana, tidak ada siapa-siapa. Perasaan ku tiba-tiba kecewa. Kubalikkan badan ku dan mereka tepat ada dihadapanku.
“Gong An?” ucap ku dengan kaget.
“Hai!”
“Eh, ada apa ini?” Tanya ku dengan perasaan tidak enak karena melihat potongan bambu ditangan Gong An, Minhyun, Song Kyu dan Min Ki.
“Bukannya kamu mau bertemu dengan Minhyun?” Tanya Gong An sambil mendorong bahu kiriku.
“Ah…” keluhku dan terjatuh.
BUK… (suara pukulan bambu)
“Jadi orang jangan sok cantik!”
“Ah…” teriakku.
BUK…
“Ah...hah…” keluhku dengan menangis.
BUK…
“Tidak akan ada yang menginginkan cewek seperti kamu”
BUK…
“Maaf…” teriakku.
“Maaf? Hemh..o.k, aku akan memaafkan mu. Dengan syarat kamu harus bergabung dengan kami” ujar Gong An.
“Baiklah, aku mau” ujar ku yang sudah tidak tahan lagi.
****
“Tae Yang, entar pulang sekolah kamu keatas loteng, ya?” ajak ku.
“Ngapain?” Tanya Tae Yang.
“Emh, nggak ngapa-ngapain sih. Cuman aku kangen aja tempat itu. Kita lama nggak kesana”
“Emh,baiklah”
Sepulang sekolah, aku sudah berada di loteng duluan bersama Gong An dan yang lainnya. Tidak lama kemudian, munculah Tae Yang. Handphone Tae Yang berbunyi.
“Hallo?” jawab Tae Yang.
“Hallo”
“Yu Eun? Kamu dimana? Aku sudah diloteng”
“Aku sudah diloteng”
“Siapa kamu? Dimana Yu Eun?”
“Tepat dihadapan mu”
Aku muncul bersama Minhyun dari persembunyian ketika Gong An muncul dibelakang Tae Yang. Aku menatap TaeYang dengan tatapan tanpa ekspresi.
“E…eh, Yu Eun? Apa ini ?” Tanya Tae Yang dengan gugup.
“Kamu terlalu bodoh untuk percaya denganku?”
“Apa maksudmu?”
“Mana mungkin aku mau berteman dengan orang sepertimu, HAH?” ucapku dengan mendorong Tae Yang dengan cukup keras.
“Ah…Yu Eun”
“APA? Aku nggak suka berteman sama orang yang kampungan sepertimu” ujarku kasar.
“Kamu jahat, Yu Eun!” teriak Tae Yang dan mendorong ku kearah Minhyun. Syukurnya Minhyun menangkap ku. Aku mencoba menatap wajah Minhyun, ternyata dia sudah menatapku lebih dulu. Aku pun langsung berdiri kembali.
Tae Yang berlari kepintu loteng, tapi muncul Song Kyu dan Min Ki. Tae Yang pun mundur kembali. Aku dan yang lainnya mengelilingi Tae Yang.
“Ku serahkan padamu, Yu Eun” ujar Gong An memberikan bambu padaku.
BUK, BUK, BUK…
****
BUK, BUK, BUK..
“Ah…hah...” teriakku yang menjerit kesakitan.
“Eh…kamu cocok untuk mendapatkan ini” ujar Gong An.
BUK, BUK, BUK…
“Maaf, aku hanya ingin berteman dekat dengan Minhyun” ujar ku yang mulai menangis deras.
“Teman? Ini teman” ujar Gong An. Minhyun hanya dapat memalingkan wajahnya ketika melihat ku dipukuli dengan bambu.
BUK, BUK, BUK…
Itu terjadi dan terus terjadi padaku, jika apa yang aku lakukan salah menurut Gong An. Entah kenapa, rasa marah ku, ku luapkan dengan memukul juga. Aku memukuli teman-temanku yang berani melawanku. Perasaan yang kejam terus mengalir tinggi. Hingga akhirnya aku tidak menyadari bahwa perbuatan ku itu telah direkam dan difoto oleh Tae Yang dengan Hadphone-nya.
Perbuatan Tae Yang telah aku ketahui. Aku telah melihat semua rekamanku dan fotoku ketika aku memukuli teman-temanku. Amarah ku yang kuat hingga membuat tumbuh rasa benci terhadap Tae Yang. Ku lempar dengan keras Handphone-nya sampai hancur lebur.
Ketika aku melihat perbuatan Gong An yang makin hari makin menggila untuk memukuli teman-teman kami dengan sesukannya, perasaan iba ku tiba-tiba muncul.
“Cukup. Aku tidak tahan melihat ini lagi. Aku tidak ingin lagi melakukan ini dengan mu lagi” ucap ku.
“Apa?” ujar Gong An.
“Hentikan semua ini. Aku juga tidak mengerti kenapa kamu melakukan ini”
“Kenapa? Ini jawabannya”
BUK,BUK,BUK..
“Ah…khok..khok..”
“Ini!” ujar Gong An dengan menendang dan menampar ku.
Sampai akhirnya, aku benar-benar babak belur. Mukaku penuh dengan memar-memar. Aku sungguh tidak tahan lagi. Akhirnya, aku menceritakan semua kejadian itu kepada ibuku.
Besoknya, Ibuku datang menemui Ibu Kepala Sekolah untuk melapor kejadian itu. Ayah Gong An pun dipanggil Ibu Kepala Sekolah untuk menghadapnya. Aku dan Gong An pun dipanggil kekantor Ibu Kepala Sekolah bersama Wali Kelas kami juga. Disana, Ayah Gong An terus-terus meminta maaf kepada Ibuku.
“Anda tidak perlu minta maaf kepadaku. Anak kita yang harus saling minta maaf”
“Ya, itu benar. Gong An dan Yu Eun, berhadapanlah kalian. Gong An minta maaflah kepada Yu Eun. Berjanji tidak akan mengulanginya lagi” ujar Ibu Kepala Sekolah.
“Maaf, Yu Eun. Aku sungguh Minta maaf” ucap Gong An sambil memberikan tangan kanannya kepadaku.
“E..eh, iya. Aku memaafka mu” jawab ku sedikit ragu. Aku tatap wajahanya. Gong An lagi-lagi mengeluarkan Devil Smile-nya.
Setelah pulang sekolah, aku berniat minta maaf dengan Tae Yang dengan datang kerumahnya. Aku menunggunya didepan rumahnya.
“Ada keperluan apa kesini?” Tanya Tae Yang yang sudah muncul dihadapan ku.
“Aku,eh...aku ingin minta maaf denganmu. Aku benar-benar minta maaf atas perlakuan ku selama ini. Aku…aku benar-benar bodoh mau menuruti kemauan Gong An” ucapku mulai menangis.
“Benarkah?”
“Benar. Aku sungguh-sungguh ingin minta maaf setulus hatiku. Kau boleh memukul ku. Kau boleh membalasnya” ucapku sambil menundukkan kepalaku.
Tae Yang mendekati ku. Aku merasa takut. Takut kalau dia benar-benar kan memukul ku. Ternyata firasat ku salah, dia malah memelukku.
“Aku tidak mungkin melakukan itu padamu, Yu Eun. Kau adalah sahabatku yang paling baik” ujarnya sambil menangis.
“Te..terima ka…sih, Tae Yang” ucap ku sambil memeluk erat Tae Yang. Pipi kami berdua telah dibasahi air mata rasa syukur. Karena kami dapat kembali lagi seperti dulu.
Ternyata, berita bahwa aku sudah berteman lagi dengan Tae Yang sudah didengar oleh Gong An. Rasa panas dalam diri Gong An membara. Tangannya mulai gatal ingin memukul lagi.
Ketika Tae Yang memasuki ruang kelas, Gong An sudah menghadang dengan sapu. Tae Yang hanya diam dan tetap berjalan kearah bangkunya.
“Heh anak belagu?” ujar Gong An sambil menusuknya dengan sapu ditangannya.
“Ah…ada apa Gong An?”
“Ada apa? Gampang sekali kamu mempengaruhi Yu Eun” ucap Gong An.
BUK, BUK, BUK…
“Ah..hentikan Gong An!”
“APA? HENTIKAN?”
PLAK, PLAK, PLAK…
Aku benar-benar terkejut ketika memasuki ruang kelas melihat Tae Yang lagi-lagi disiksa oleh Gong An. Tak seorang pun dikelas yang membantu Tae Yang. Termasuk Minhyun yang duduk diatas lemari loker yang cukup dekat dengan Gong An dan Tae Yang.
“CUKUP, Gong An! HENTIKAN!” teriakku yang mebuat semua terdiam.
“Apa kalian tidak bisa sama sekali menghentikan perbuatan Gong An ini? Kalian hanya diam melihat teman kalian tersiksa seperti ini” ucap ku sambil meneteskan air mata ku. Mereka hanya tertawa melihatku.
“Heh, sok berani!” ucap Gong An. Gong An tetap memukuli Tae Yang.
“Kalian memang JAHAT!” teriakku lagi.
“Sekarang aku Tanya kepada kalian semua, siapa yag mau menuruti perkataan gadis sok ini, hah?” ujar Gong An dengan menusuk sapu yang dipeganggnya kepada teman-teman yang lainnya.
“Hah? Siapa yang berani?” Tanya Gong An lagi.
“Tidak adakan gadis manis” lanjtnya lagi dengan mendorong ku hingga jatuh kelantai. Gong An melanjutkan memukuli Tae Yang yang sudah memar-memar diwajahnya.
“Tolong hentikan, Gong An. Ku mohon” memohonku pada Gong An sambil memegang kaki Gong An.
“Lepaskan, BODOH!” ujar Gong An menendangku.
Aku pun memeluk Tae Yang. Punggungku yag masih terasa sakit bekas pukulan Gong An, kembali dipukuli lagi oleh Gong An. Gong An menangis melihat ku menahan rasa sakit pukulan dari Gong An. Aku hanya dapat tersenyum melihatnya dengan air mataku yang terus mengalir.
Sepulang sekolah, aku ditarik oleh Min Ki ke loteng atas sekolah. Sesampai dihadapan Gong An, aku dilempar.
“Ah…” keluh ku.
“Kamu benar-benar lancang sekali sekarang”
“Kenapa? Apa salah?” tanyaku yang masih terduduk dihadapan Gong An.
BUK…
“Ah..hah…” keluh ku ditendang Gong An
PLAK..
“Eh,heh…heh…” aku mulai menangis setelah ditampar oleh Gong An.
BUK, BUK, BUK…
“Rasakan ini!” ucap Gong An.
“Heh…ah…khok,khok” aku yang mulai mengeluarkan darah dari hidung dan mulutku. Minhyun, Min Ki dan Song Kyu hanya dapat memalingkan wajahnya. Mereka hanya dapat menyimpan rasa kasihan terhadapku.
Tubuhku mulai lemah dan sudah tidak kuat lagi. Wajah dan seluruh tubuhku sudah bengkak dan memar-memar. Badanku terjatuh kelantai dan hanya dapat menangis. Menunggu keajaiban datang padaku.
“Kita akan buktikan seberapa kuat persahabatn ini” ucap tantang Gong An.
Dari sudut pandangan mataku, muncul Minhyun dan Song Kyu bersama Tae Yang bersama mereka. Tae Yang didorong okeh mereka.
“Kamu boleh pulang, kalau kamu sudah memberikan pelajaran pada Tae Yang” ucap Gong An dengan memberikan bambu yang ada ditangannya.
“Tidak. Aku tidak ingin melakukannya lagi. Hanya orang bodoh yang mau mendengar permintaan mu itu” jawabku.
“Apa? Oh…jadi, kamu tidak mau? Baiklah”
BUK, BUK, BUK,,,
“Ah..eh..heh..” keluhku lagi dan lagi untuk entah yang keberapa kalinya Gong An memukul ku.
“Hentikan, Gong An!” ucap Tae Yang yang menarik-narik kaki Gong An.
“Apa?” Tanya Gong An.
“Lakukanlah, Yu Eun. Biar kita cepat pulang” ujar Tae Yang.
“Tidak. Aku tidak mau. Aku tidak mau melakukannya lagi”
“Aku baik-baik saja. Aku mohon”
Dengan perasaan yang benar-benar berat aku mengangkat bambunya dan mulai memukulkannya ke Tae Yang. Pukulan benar-benar sangt pelan. Aku menundukkan wajah ku.
“Kalian tidak akan pulang” ucap Gong An.
“Aku berharap sekali kalian berdua itu mati” lanjutnya.
“Ayo lakukan, Yu Eun!” mohon Tae Yang padaku.
Aku menangis dengan menutup mataku. Memukul Tae Yang dengan keras. Keluh Tae Yang benar-benar membuatku tidak tahan lagi.
Besok harinya, sepulang sekolah aku mengirim sms kepada Gong An dan teman-temannya yang lainnya.
“Temui aku dijembatan penyebrangan rel kereta api sepulang sekolah”
Sebelum mereka datang, aku menaruh Handphone ku dan meletakkannya diseberang. Video dari Handphone ku, kubiarkan tetap menyala agar dapat merekam ku. Tidak lama kemudian, datanglah mereka. Kukira mereka tidak akan datang.
“Kenapa kamu menyuruh kami kesini?” Tanya Gong An.
“Aku akan mengabulkan permintaanmu?”
“Hemh..dasar bodoh!”
Tanpa basa basi lagi, aku menaiki pegangan jembatan dan berdiri disana. Gemuruh kereta api yang datang sudah dapat aku rasakan.
“Yu Eun, apa yang kamu lakukan?” teriak Tae Yang yang tiba-tiba datang. Suara yang tak asing ditelingaku.
“Terima kasih, Tae Yang. Kamu sudah mau menjadi sahabat pertama dan terakhirku. Terima kasih kamu sudah sangat baik dengan ku. Maaf, jika aku memiliki banyak kesalahan kepada mu, Tae Yang” ujar ku yang sudah meneteskan air mataku. Aku menutup mataku dan memulai hal sudah aku rencakan, yaitu bunuh diri.
“Jangan, jangan Yu Eun. Kenapa kamu sebodoh itu ?” ucap Tae Yang yang menambah langkahnya kearahku.
“Gong An, kamu harus berjanji untuk tidak memukuli siapa pun lagi” ujar ku.
“Heh…” Gong An hanya  nyengir.
Kereta api hanya tertinggal 15 detik saja lagi untuk melintasi bawah jembatan. Sedikit badan ku sudah ku lemaskan.
“TIDAK…” teriak Tae Yang yang langsung menarikku.
“Ah…” tubuh ku terlembah kejalan jembatan.
Tidak ku sadari bahwa Tae Yang terpeleset ketika menarik ku. Iya terjatuh tepat kereta melintas.
“TIDAK…TAE YANG” teriak ku mencari-cari Tae Yang dibawah jembatan.
“Tidak. Ini tidak mungkin. Aku Bodoh” ujar ku menarik-narik rambut ku.
“Hemh, persahabatn ini akhirnya hanya sampai disini. Tangan ku cukup gatal untuk bermain lagi, Yu Eun” uap Gong An sambil menarik baju ku.
PLAK, PLAK, PLAK…
“Ah…” keluh ku.
“Sudahlah, Gong An. Ini bukan disekolah” ujar Minhyun yang akhirnya angkat bicara.
“Biar saja. Biara dia tahu rasa. Ini adalah rencana mereka. Mereka ingin menjebak mereka dengan drama konyol ini”
BUK, BUK, BUK..
“Khok…khok..” akhirnya aku muntah darah.
“Hei, kalian” ujar Polisi yang melihat kami.
“Wah…itu Polisi. Ayo lari!” ujar Min Ki. Mereka pun lari meninggalkan ku yang tergeletak.
“Astaga!” ujar salah satu Polisi melihatku. Aku sudah tidak kuat lagi. Akhirnya aku pingsan dengan lumuran darah dimulutku.
****
TIT, TIT, TIT (suara diteksi jatung pada rumah sakit)
Keadaan ku membaik setelah 3 hari aku pingsan. Tapi, oksigen dan alat diteksi jatung ku tetep melekat pada tubuhku. Tangan ku selalu dipegang era toleh Ibuku. Dan aku hanya diam menatap jendela kamar rumah sakit itu. Sesekali aku melihat bayangan Tae Yang duduk dijendela dengan bunga Matahari kesukaanku. Dia tersenyum padaku. Sesekali juga aku menangis sendiri.Dirumah Tae Yang, tidak henti-hentinya Ibu Tae Yang menangis dikamar Tae Yang sambil memeluk foto Tae Yang.
Seorang Polisi yang menyelamatkan ku di jembatan, menemukan Handphone ku yang masih merekam peristiwa itu. Polisi memperlihatkan video rekaman itu pada Ibu Tae Yang. Setelah itu, mereka menemui ku di rumah sakit.
“Kau harus melihat video ini” ujar Polisi bagian penyelidik ini.
Aku hanya diam menuruti apa yag dikatakan Polisi itu. Ketika video itu dimainkan, aku sungguh kaget. Mataku terpaku tajam melihatnya.
“Tidak, aku tidak mau melihatnya. TIDAK!” teriak ku menangis.
“Kau harus melihatnya, Yu Eun?” ujar Ibu Tae Yang.
“TIDAK!” ujar ku menutup Laptopnya.
“Sayang” ujar Ibu ku. Aku hanya diam. Polisi itu pun kembali memainkan videonya.
“Heh…heheh…e….” ujar menangis etelah melihat videonya.
“Ibu….ini semua salahku. Kenapa aku terlalu bodoh mau melakukan ini ? Heh….heheh..e… Maaf….” ujar ku yang langsung memeluk erat Ibuku.
“Begini ceritanya…” ujar yang mulai menceritakan asal mula semua kejadian ini. Aku meneritakan dimana aku mulai pertama kali dipukul oleh Gong An sampai Tae Yang terjatuh dari jembatan itu. Benar-benar mengharukan, Ibuku,  dan Ibu Tae Yang menangis mendengarnya.
Setelah itu, Polisi langsung menunggu didepan rumah Gong An. Tepat sekali, dimana Gong An pulang dari sekolah.
“Kau Gong An?” Tanya Polisi itu.
“Ya, ada urusan apa?” Tanya Gong An dengan tampang cuek.
“Kau kan yang menyebabkan kematian Tae Yang?”
“Apa maksudmu? Apa hubunganku dengan kematian Tae Yang?”
“Tentu saja ada. Yu Eun tidak aka bunuh diri jika kamu tidak teru menerus memukulinya”
“Hah…,perduli apa aku?”
“Ternyata benar, apa yang dibicarakan Yu Eun tentangmu itu?”
“Aku tidak punya urusan dengan kejadian ini”
“Kau harus ikut kami kekantor Polisi, sekarang!”
“Tidak” lawan Gong An ketika Polisi menariknya.
“Ada apa ini?” ujar Ayah Gong An yang keluar rumah bersama Istrinya.
“Anak anda harus ikut saya kekantor Polisi untuk diselidiki” jawab Polis itu.
“Kenapa? Apa salahnya?” Tanya Ayah Gong An yang mulai marah.
“Dia telah menyebabkan kematian temannya sendiri, yaitu Tae Yang”
“Apa? Dasar anak kurang ngajar! Tidak tau malu! Kenapa kau bisa melakukan itu, hah? Siapa yang mendidik mu untuk membunuh?” amarah Ayah Gong An sambil menampar Gong An.
“HENTIKAN!” teriak Polisi itu seraya meanangkan tangan Ayah Gong An.
“Lepaskan aku! Dia pantas mendapatkannya” ujar ayah Gong An. Ibu Gong An langsung memeluk Gong An. Gong An juga hanya diam memendam amarahnya terhadao Ayahnya.
Dimalam itu, Gong An dibawa kekantor Polisi. Dia dimasukkan kedalam penjara sementara. Wajah Gong An tetap saja tidak ada ekspresi. Entah apa yang ada dihatinya sekarang. Sangat sulit untuk menebak gadis seperti Gong An itu.
Ibu wali kelas ku, menyuruh ku untuk menceritakan kejadian atas kematian Tae Yang kepada teman-teman kelas dan guruku. Semua orang termasuk aku sudah berkumpul dikelas. Sebuah layar monitor putih yang lebar dengan terpasang jaringan LCD yang sudah siap.
Gong An telah datang bersama dua Polisi yang mengawalnya. Satu minggu sudah Gong An berada dalam pagar besi dengan baju seragam sekolahnya. Masuklah Gong An keruang kelas kami. Dia duduk disamping Minhyun.
“Baiklah kita akan mulai acara ini. Maaf telah memanggil anda sekalian kesini. Kami hanya ingin meluruskan kejadian ini. Untuk memulainya, Yu Eun yang akan melakukannya” ujar Wali kelas ku.
“Selamat Pagi semuanya. Aku akan memainkan sebuah video untuk kalian. Sebelumnya, aku ingin menyampaikan sesuatu hal dulu. Maaf, aku telah mencemarkan nama baik sekolah ini. Karena sikap ku yang bodoh, semua menjadi seperti ini. Andai saja waktu itu aku dapat menarik kembali tangan Tae Yang. Mungkin hari ini kita tidak berada disini. Maka dari itu, aku ingin meluruskan semua kejadian ini agar sekolah dan masalah ini cepat terselesaikan. Baiklah, aku akan memulai videonya” jelas ku seraya menghidupkan LCD untuk memulai videonya.
Semua menangis setelah melihat video itu. Aku pun ikut menangis. Hanya Gong An samapi saat itu yang tidak menangis. Aku sungguh tidak mengerti perasaan Gong An. Aku mengeluarkan sebuah Handphone ku dari saku celanaku.
“Ini untuk mu” ujar ku memberikan Handphone ku pada Gong An.
“Mungkin kau akn mengerti perasaan mu dan perasaan orang yang memilki sahabat” lanjutku.
Saat itulah Gong An mulai menagis. Matanya benar-benar sembab dan merah. Tapi, wajahnya tetap saja tidak ada ekspresi.
****
Besok adalah sidang keputusan hukuman Gong An. Ayah dan Ibunya benar-benar tegang akan keputusan Hakim. Mau bagaimana pun, Hukum haruslah ditegakkan sesuai perbuatan yang telah dilakukan. Hakim memutuskan untuk mememnjarakan Gong An seumur Hidup. Andaikan umurnya lebih dari 18 tahun, mungkin dia akan dihukum mati.
Aku, Orang Tua ku, Ibu Tae Yang dan teman-teman ku, memulai acara pemakaman Tae Yang. Sebelum kepemakaman, kami mengadakan upacara dijembatan penyeberangan itu. Selama aku membawa foto Tae Yang dalam cara pemakaman, selama itu juga air mata ku mengalir tanpa henti.
“Wahai sahabatku yang terbaik dalam hidupku, semoga kau tenang disana. Disini aku selalu mengingat dan mengenangmu dalam renungan hidupku. Terima kasih yang ku ucapkan kepada mu tidak akan pernah habis. Air mata ku yang terus mengalir adalah persaan yang dalam dari lubuk hatiku yang tulus. Tunggu aku disaa jika waktu ku telah tiba”
****
“Siapa yang namanya Minhyun dikelas ini, hah?” Tanya salah seorang senior kelas 3 SMA.
“Oh, ini ya yang namanya Minhyun itu” ujar Senior itu yang telah menemukan Minhyun yang sedang duduk dibangkunya.
“Sini kau!” ujar senior itu mengangkat baju Minhyun sampai Minhyun terbangkit dari tempat duduknya.
“Hei kau!” teriak ku seraya bangkit dari tempat duduk.
“Jangan berani-berani mengganggunya!” ancamku.
“Heh…dasar gadis sok!” ujar Senior itu.
“Kaumu itu yang sok!” ujar Min Ki.
“Iya, kami gak akan takut sama siapa pun, karena kami akan menjaga teman kami” ucap ku bersama semua teman dikelas ku.
“Dan saya juga akan melindungi murid-murid saya” ujar Wali Kelas kami yang tiba-tiba muncul masuk kekelas.
“Pergi dari kelas ini, SEKARANG!” ujar Wali kelas kami lagi.
Senior itu pun keluar dengan persaan gugup dan takut melihat kami semua. Aku pun tertawa melihatnya. Disusul oleh Minhyun yang tertawa juga. Akhirnya kami semua tertawa dan berjoget bersama.
Sepulang sekolah, ditemani dengan cahaya sore, aku pulang melewati jembatan penyeberangan itu lagi. Aku berdiri disana sejenak untuk merasakan hawa hangat. Andaikan tiba-tiba saja Tae Yang berdiri disampingku sekarang.
“Kau belum pulang?” Tanya Minhyun disampingku.
“Astaga!” ujar ku kaget.
“Eh, maaf. Aku tidak sengaja membuatmu kaget”
“Ah, gak apa-apa kok”
“Apa yang kamu lakukan disini?” Tanya Minhyun.
“Hemh…” ucapan ku terhenti.
“Kangen sama Tae Yang, ya?”
“Emh, iya”
“Emh…pasti dia sangat senang punya sahabat sepertimu. Apa aku bisa menjadi sahabatmu?”
“Hah? Eh…”
“Gak bisa ya?”
“Eh…bisa kok. Bisa”
“Benarkah? wah…senangnya bisa jadi sahabatmu” ujar Minhyun tersenyum lebar padaku. Aku terdiam saat melihatnya tersenyum sambil menatapku. Suara jantung ku berdetag sangat cepat.
“Ayo kita pulang sama-sama!” ajak Minhyun.
“Emh…” jawabku. Sebelum ku melangkah untuk pulang. Aku menatap kesamping kananku.
“Kenapa? Pulanglah!” ujar bayangan Tae Yang. Aku tersenyum padanya.
“Aku selalu disampingmu dan memegang tanganmu” ujarnya lagi sambil memegang tangan tangan kananku.
“Ayo, Yu Eun!” ajak Minhyun yang cukup jauh dariku.
“Iya!” teriak ku bahagia sambil berlari menyusul Minhyun.
*The End*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar