Selamat Datang Di Blog Han Hyo Mi


widget

My Love Will Never Die


Author             :Han Hyo Mi
Main Cast        :Gum Gyu Ri, Song Hwe Jin, Choi Seo Hee, EXO: Lu Han, Nu’est: Min Hyun and Ren
Supp. Cast       :EXO K:Kai, Baekhyun, Jung Jin Yong and Resiana as Victoria
Genre              :Romantic and Sad                                  
Soundtrack      :BoA_Only One

Part 1

Annyeong…nah ini fanfic ku yang ke 23, hehehe #gk ada yg nanya tuh. Fanfic ini versi part, karena kalau di tulis sampai habis, pasti kalian pd bosan L. Fanfic ini terinspirasi dari Drama Korean 49 Days. Tahu kan? #gak#di keroyok. Tapi, alur ceritanya murni inspirasi author sendiri lo. Biar lebih menarik.. #masa. Tahu gak dari mana dapat inspirasinya? Author harus obrak abrik video EXO sm Nu’est biar dapet inspirasi #siapa yg nanya. Yap, tanpa basi basa (?) kita cekidoool… XD

~*~*~*~
“Ini!” ujarku yang memberikan helm pada namjachingu ku.
“Semoga sukses, Gyu Ri!” ucap namjachingu ku.
“Ne, Lu Han” balasku tersenyum.
            Setelah meninggalkan senyum untuk namjachingu ku itu, aku berlari kecil ke dalam gedung kampus ku itu. Hari ini, akan ada tes untuk Pembawa Acara Berita. Ya, itulah cita-citaku. Sejak kecil, aku ingin sekali menjadi Pembawa Acara Berita seperti di Televisi. Karena aku ingin membawakan berita-berita yang ada di seluruh dunia.
“Gyu Ri, Gyu Ri, Disini!” teriak seorang Yeoja.
“Hai…Hwe Jin!” balasku.
“Kamu sudah dapat giliran?” Tanya ku.
“Belum” jawab Hwe Jin.
“Hah…syukurlah aku ada teman, hehehe” ujarku cengengesan.
“Lalu, mana si namja cantik itu?” Tanya ku lagi.
“Tuh, lagi didalam!” jawab Hwe Jin menunjuk ke ruang tes.
“Huh…aku benar-benar gugup” ujar ku sambil memegang tangan Hwe Jin.
“Tangan mu dingin sekali”
“Heheh” ujar ku cengengesan lagi.
            Hwe Jin pun menggenggam erat kedua tanganku dan meniup-niupnya agar hangat. Aku pun tersenyum kepadanya.
“Hah…akhirnya” ujar Ren yang keluar dari ruang tes seraya merasa lega. Ren adalah sahabat ku dan Hwe Jin sejak SMA sampai kami duduk di bangku perkuliahan. Kadang kami sangat iri dengan namja yang bernama Ren itu. Karena dia memiliki wajah yang sangat cantik seperti yeoja. Malah kecantikannya bisa mengalahkan kami yang sebagai yeoja.
“Otte?” Tanya Hwe Jin dan diikuti oleh ku dengan ekspresi penasaran.
“Emh…” Ren yang menunda-nunda. Wajah ku dan Hwe Jin pun makin dibuatnya penasaran.
“Lulus” lanjut Ren.
“Jinjjayo?” Tanya ku.
“Emh” ujar Ren tersenyum.
“Song Hwe Jin” panggilan untuk tes.
“FIGHTING!!!” ucapku bersama Ren.
            Aku pun menunggu Hwe Jin dan menunggu giliranku di bangku bersama Ren. Walaupun mulutku diam, badan ku tidak bisa diam karena sangat gugup.
“Kau gugup?” Tanya Ren.
“Hah? Eh…aniyoo” jawabku sambil menutupi kegugupanku. Ren mencoba manatapku untuk memastikan bahwa apa yang aku katakan itu benar.
“Huh…” ucap Hwe Jin keluar dari ruang tes sambil memukul-mukul pelan pipinya.
“Otte?” Tanya ku menghampirinya.
“Lulus” jawabnya sambil memegang kedua tanganku.
“Wah…Daebak!” teriakku untuk Hwe Jin.
“Gum Gyu Ri” panggilan tes untuk ku.
“Giliran ku, do’a kan aku ya?” ucapku pada Hwe Jin dan Ren.
“Ne, Fighting” ujar Hwe Jin sambil menepuk pundak ku. Ren pun tersenyum.
“Hehehmh” aku pun meninggalkan senyum untuk mereka berdua dan masuk keruang tes itu.
            Dada ku semakin terasa detag jantung yang luar biasa. Suhu tubuh ku menghangat dan pikiran ku kemana-mana. Sementara itu, Hwe Jin tampang tidak tenang karena tes ku lebih lama darinya dan Ren.
“Kenapa Gyu Ri belum keluar juga?” Tanya Ren yang membuyarkan kegelisahan Hwe Jin.
“Entahlah” jawab Hwe Jin tegang. Tidak lama setelah itu, aku keluar dengan tampang wajah murung.
“Gyu Ri, Gyu Ri, Otte?” ujar Hwe Jin yang langsung menghampiri ku bersama Ren.
“…” aku hanya diam.
“Jawab aku Gyu Ri?” ujar Hwe Jin.
“Aku Lulus” teriak ku.
“Hwaaa…” teriak Hwe Jin sambil memelukku.
“Selamat ya!” ucap Ren sambil memberikan tangan kanannya padaku.
~*~*~*~Rumah Makan~*~*~*~
“Cheeers” ajak ku untuk bersulang.
“Huuu…hari ini benar-benar hari keberuntungan kita” ujar Hwe Jin.
“Hah…perjuangan kita tinggal sedikit lagi” ujar ku.
“Emh…dan tidak lama lagi kau akan bertungan yang akhirnya akan menikah” ujar Hwe Jin sambil menunjuk-nunjuk ku.
“Hehemh…ne. Hah…” ujar ku sambil memikirkan bagaimana nantinya aku akan berkeluarga dengan Lu Han.
“Kau lagi mikirin apa?” Tanya Ren tersenyum licik.
“Pastinya dia sedang berpikir bagaimana nanti aku akan berkeluarga, iya kan?” ujar Hwe Jin tertawa.
“Heheh” ujar ku cengengesan.
~*~*~*~
“Khamsahamnida, ahjuma” ucap kami pada pemilik Rumah Makan itu.
“Ne, Cheonma. Datanglah kembali” jawab Ahjuma itu.
“Ne” teriak kami bertiga serempak.
“Aku duluan. Kalian hati-hatilah!” ujar Ren yang akan pulang berlawanan arah denganku dan Hwe Jin.
“Ne, Kau juga” ujarku dan Hwe Jin beramaan.
“Huh…udara Musim Semi ini benar-benar menyegarkan” ujarku menghirup udara malam yang segar.
“Hehehmh” Hwe Jin hanya tertawa melihat tingkah kekanakan ku itu. Dipertigaan jalan aku dan Hwe Jin harus berpisah, karena aku harus berbelok.
“Hati-hati, Hwe Jin” ucapku sambil melambai-lambaikan tangan di pertigaan.
“Ne, Kau juga harus hati-hati” ujar Hwe Jin yang tersenyum lembut padaku.
Hwe Jin, Song Hwe Jin adalah sahabatku sejak Taman Kanak-kanak. Orang tuanya meninggal ketika diterjang tsunami di Hongwon 16 tahun yang lalu. Orang tua ku membawanya ke Seoul dan merawatnya hingga kami besar sekarang. Hwe Jin lebih tua 2 bulan dari ku. Jadi, tidak ada yang heran jika aku manja dengan Hwe Jin. Bisa dibilang Hwe Jin adalah Eunnie angkat ku. Karena dia merasa sudah besar dan dapat menghidupi kehidupannya sendiri, ia memilih tinggal sendiri di apartemen yang tidak jauh dari rumahku. Aku sangat menyayangi Hwe Jin.
“Ah, Lu Han” ujar ku yang teringat namjachinguku. Aku mengambil Ponsel ku di saku jaket ku sambil terus berjalan.
“Yeoboseyo” sapa ku.
“Yeoboseyo, Gyu Ri. Otte? Apa Lulus?” Tanya Lu Han.
“Ne, aku Lulus. Ah, aku senang sekali. Saat menunggu giliran, aku sangat gugup” ujarku yang mulai bercerita.
“Jinjjayo? Baguslah kalau begitu. Aku turut senang dan bangga padamu. Yeojachingu ku ini kan pintar” ujar Lu Han memuji ku. Kata-kata itu membuat ku benar-benar tersanjung.
“Gomawo, Lu Han” lanjutku lembut.
            Sambil terus berjalan dan berbicara dengan namjachingu ku itu, tak kusadari ada seorang namja yang duduk di kedai Soju yang sedari memperhatikan ku. Namja yang mabuk itu berjalan sempoyongan ke arah ku.
“Hey, cantik!” rayu namja itu.
“Siapa kau?” Tanya ku sambil menurunkan Hp ku.
“Sendiri, ya?” ujar namja itu sambil menarik lengan kananku.
“Mau apa kau?” ujar ku yang melepaskan pegangannya.
“Biar aku temani, boleh?” tawar namja mabuk itu.
“Andwe. Pergilah! Jangan ganggu aku!” perintahku sambil mengambil ancang-ancang.
“Ayolah, aku tidak akan menyakiti mu!” ucap namja itu lagi sambil menarik kerah bajuku.
“Ah…lepaskan!” ujarku yang memukul tangan namja mabuk itu.
“Yaa…kau kasar sekali!” teriak namja itu yang mulai marah.
BUUUUK
“Rasakan itu” ucapku setelah memukul namja itu dengan tas yang memiliki beban yang lumayan.
“Brengsek!” ujar namja itu sambil memegang pipinya yang terasa sakit. Namja itu mengambil pisau kecil lipat dari saku celana belakangnya dan mengarahkannya kepadaku.
“Hah?” ujar ku yang panik.
“Heh, kau berani melawan, ya?” ujar namja itu mengancamku.
            Saat melihat pisau itu, aku mencoba untuk melangkahkan kaki ku ke belakang perlahan. Tapi, sepatuku malah terseret.
“Ah…” keluhku yang terjatuh kebelakang. Ponsel ku pun terlempar dari tangan ku dan kepalaku terbentur ke tanah dengan kerasnya ke samping kiri.
“Hahahah” tawa namja itu.
            Aku mencoba bangkit tapi, kerah baju belakang ku ditarik oleh namja itu. Dia mencoba untuk mencium ku, tapi aku selalu mengelak. Aku terus memukul punggung belakang namja itu sebelum benar-benar ia menodai ku. Namja itu tetap ingin melakukannya, akhirnya aku menendang perutnya.
BAAAAK
“AH” keluh namja itu terguling kesakitan. Karena aku bergegas untuk berdiri, namja itu menancapkan pisaunya ke perut ku.
“Ah….ah..ha…” keluh ku yang mendapati perut ku tertancap pisau kecil. Aku mencoba menarik pisau itu perlahan.
“Hah?” namja yang terkejut melihat darah yang mengalir banyak dari perut ku. Namja itu pun lari dan meninggalkanku.
            Aku berhasil melepaskan pisau itu. Tapi, tubuh ku terbaring lemah di situ. Mata ku perlahan-lahan tertutup karena darah ku cukup banyak sudah mengalir. Akhirnya, aku pun pingsan.
“Aigoo! Appa, Appa” teriak seorang namja dari Kedai Soju di seberang.
“Mwoya, Baekhyun?”
“Ada seorang yeoja pingsan, Appa” ucap namja yang bernama Baekhyun itu dengan gemetaran.
“Dimana?”
“Itu” tunjuk namja itu. Baekhyun dan Ahjusi itu pun langsung berlari menghampiriku.
“Otte, Baekhyun?” Tanya Ahjusi itu ketika melihat anaknya memeriksa detak nadi ku di leher.
“Dia masih hidup, Appa. Cepat telepon ambulan!” ujar Baekhyun itu.
Ahjusi itu pun bergegas menelpon ambulan. 5 menit kemudian ambulan datang dan tubuh ku di angkat ke ranjang dorong. Dua suster mendorong ranjang dorong itu ke dalam ambulan. Perlahan-lahan roh ku keluar dari tubuh sebelum semua tubuh ku masuk ke dalam ambulan. Aku pun merasa bingung, karena aku merasa tadi memakai baju kaos dan celana jeans kenapa tiba-tiba memakai dress putih selutut. Terkejutnya lagi aku melihat sosok yeoja cantik di sampingku dengan jubah putih.
“Si…siapa kau?” Tanya ku dengan gugup.
“…” dia hanya diam dan tersenyum. Saat itu, ambulan di belakangku berjalan dan membuat ku terkejut.
“Silahkan!” ujar yeoja itu sambil menunjuk ke arah Eskalator emas di sampingnya.
“Siapa kamu? Dan apa itu?” Tanya ku yang benar-benar bingung.
“Nama ku Victoria. Aku adalah malaikat maut”
“Mwo? Malaikat maut?”
“Ne. Silahkan!”
“Andwe. Aku masih hidup dan aku belum mati” jelas ku.
“Ne, kau benar. Tapi, hanya 2,5% kau hidup. Sisanya kau sudah meninggal”
“Mwo? hah…” ujar ku yang mulai menangis dan mengingat kejadian sebelumnya. Setelah teringat, aku sempat terdiam dan tidak bisa membayangkan.
“Naiklah!” ujar Victoria kembali.
“Andwe. Aku belum ingin pergi dari dunia ini. Masih banyak yang ingin aku lakukan. Aku masih muda. Aku belum menikah, aku belum berkeluarga, aku belum punya anak dan aku ingin merasakan hari tua ku bersama namjachingku” ujar ku yang tak dapat menahan lagi rasa sedih ku.
“Belum lagi aku mengatakan aku benar-benar mencintai namjachingu ku. Sangat, sangat mencintainya” ujarku dengan derai air mata yang deras.
“…” Victoria hanya diam dan melempar sebuah buku yang sedari di pegangnya. Buku itu melayang di hadapan ku dan lembar-lembarnya terbuka sendiri.
“Lihatlah catatan itu!” perintah Victoria. Aku pun melihat sebuah catatan berwarna emas di buku itu. Tertulis ‘Gum Gyu Ri. Akan dibunuh oleh seorang namja bernama Kai, pada hari Jum’at, jam 9 malam. Separuh hidupnya telah mati’.
“Hah…hah…Kai” ujar ku mengepal tangan ku sambil menangis deras.
“Tolong, ku mohon. Beri aku satu kesempatan lagi di dunia ini. Aku ingin bertemu dengan Lu Han namjachinguku. Aku mohon!” ujar ku yang terlutut di hadapan Victoria.
            Tiba-tiba tulisan emas di buku itu berubah menjadi ‘Roh Gum Gyu Ri akan berada di dunia semala 10 hari sebelum tubuhnya benar-benar meninggal sepenuhnya’.
“Hah…jinjja? Jinjjayo?” Tanya ku yang masih tak percaya.
“Itulah keputusan Tuhan. Aku hanya melakukan sesuai perintah-Nya”
“Khamsahamnida, Khamsahamnida” ujar ku pada Vitoria.
“Kau akan berada di dunia ini selama 10 hari. Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan. Tapi, tidak ada yang bisa melihat mu. Kecuali seorang namja bernama Minhyun yang hanya dapat melihat mu. Dia akan ada di kerata bawah tanah besok sore jam 5. Kau bisa temuinya” jelas Victoria.
“Minhyun? Oh..la..” ujar ku yang terpotong ketika melihat Victoria dan Eskalator itu sudah menghilang.
~*~*~*~Rumah Sakit~*~*~*~
“Kasihan sekali aku” ujar ku yang menatap tubuh ku tergelatak tak berdaya di ranjang dengan balutan alat-alat rumah sakit.
“Gyu Ri” teriak seseorang yang ku kenal dari depan pintu.
“Eomma, Appa” ucapku yang melihat mereka menangis dan langsung memeluk tubuh ku.
“Gyu Ri, bangunlah! Gyu Ri, eomma di sini” ujar Eomma ku sambil memeluk erat tubuh ku sambil berderai air mata. Aku hanya dapat menutup mulutku dan menahan tangis ku.
“Eomma” panggil seorang yeoja yang adalah Hwe Jin yang diikuti Ren dan Lu Han.
“Hwe Jin” ucap Eomma ku sambil memeluk Hwe Jin. Hwe Jin pun tak kuasa melihat ku yang akhirnya juga menangis.
            Lu Han perlahan-lahan mendekati tubuh ku dan meraih tangan kiri ku. Lu Han menangis dan mencium punggung tangan ku.
“Hah…Gyu Ri” ujar Lu Han yang menangis semakin deras.
Aku pun sudah tak dapat menahan air mata ku. Aku berlari keluar dari ruangan ku. Aku terus berlari sejauh mungkin.
~*~*~*~Kereta Bawah Tanah_9 Hari Lagi~*~*~*~
            Aku duduk tidak jauh dari namja yang bernama Minhyun itu. Dia terlihat biasa saja di mataku. Dia seorang mahasiswa seperti ku. Tampangnya juga tidak menyatakan bahwa dia pintar-pintar sekali.  Aku terus memperhatikan setiap gerak-geriknya.
            Kereta pun berhenti di stasiun pertama. Aku melihat Minhyun turun dari Kereta. Aku pun turun dari kereta itu juga. Aku mengikutinya dari belakang.
Hari mulai gelap dan Minhyun terus berjalan. Hingga sampai disebuah rumah sederhana bertingkat dua. Minhyun masuk melewati pintu depan. Sedangkan aku tanpa melewati pintu. Karena aku roh, aku dapat menembus apa pun. Jadi, aku sudah menunggunya di ruang tengah. Minhyun berjalan melewati ruang tengah dan aku terus menatapnya. Dia masih tidak menyadari keberadaanku. Kemudian, dia menghidupkan lampu ruang tengah.
“Yaa….Hantu!” teriak Minhyun melihatku hingga terjatuh.
“An…aniyoo” ucapku sambil menggoyangkan telapak tangan ku.
“Pergi kau! Jangan ganggu aku!” perintah Minhyun berteriak sambil berdiri.
“Aku bukan hantu aku hanya roh yang belum mati”
“Sama saja” ujar Minhyun.
“Tentu saja berbeda” lawanku.
“Apanya yang beda? Lihat saja kakimu yang tidak menyentuh lantai itu!” ujar namja yang melotot itu.
“Hah?” ujar ku yang kaget dan langsung menurunkan kakiku.
“Jeosongimnida” ujar ku sambil menundukan kepala ku.
“Cepat pergi dari sini!” perintahnya sambil berjalan ke arah kamarnya.
“Tung…” ujar ku.
BLAAAAK
            Minhyun menutup pintu kamarnya dengan keras. Apa dia marah ya? Karena aku menakutinya. Padahal aku tidak bermaksud seperti itu. Memang kenyataannya aku bukan hantu. Hantukan jelek, pikirku. Aku pun mencoba tetap berusaha dengan mengikutinya setiap saat. Aku pun masuk ke lemari pakaiannya.
“Baj…Yaa! Kau..” teriak Minhyun yang mendapatiku berdiri di dalam lemari.
“Please tol..”
BLAAAK
            Minhyun menghempas pintu lemari pakaiannya. Aku gagal. Aku pun duduk di meja makan saat Minhyun memasak di dapur. Ketika Minhyun meletakkan makan malamnya dan mulai memakan makan malamnya. Minhyun lagi-lagi terkejut dan berteriak.
“Yaa…” teriak Minhyun ditambah makanan yang di makannya keluar dari mulutnya dan ke arah ku. Syukurnya aku hanya roh. Jika tidak, pasti mendarat wajah ku.
“Hah…it..itu, aku hanya min…” Ujar ku.
BRUUUK
            Minhyun pergi dari meja makan dan meninggalkan makan malamnya. Minhyun memilih pergi ke kamar. Aku pun tetap mengikutinya ke kamar. Minhyun merebahkan tubuhnya ke tempat tidur dan menarik selimut hangatnya ke tubuh hingga ke dadanya.
“Wooo” teriak Minhyun yang melihat ku di atas plavon.
“Aku hany…” ujar ku yang lagi dan lagi terpotong karena Minhyun menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
            Aku pun tidak mengganggunya lagi dan menunggu besok harinya. Aku harus tetap berusaha karena semakin menunda, waktu ku akan habis.
~*~*~*~8 Hari Lagi~*~*~*~
            Di pagi yang segar dengan aroma Musim Semi, aku sudah menunggu Minhyun di depan rumahnya. Dengan semangatnya, aku tersenyum menunggunya. Berharap dia mendengar penjelasan ku dan mempercayaiku.
            Tidak lama, Minhyun keluar dengan sebuah tas slempang dibawanya. Dengan setelan baju kaos hitam putih berlengan panjang, celana jeans, dan sepatu kids hitam. Dia terlihat seperti namja normal.
“Annyeong” sapa ku.
“Woooh” teriak Minhyun kaget.
“Eh….mianhe, aku mengejutkamu” ujar ku tampak bersalah.
“Kau, Lagi-lagi kau. Kenapa kau selalu membuntutiku, Hah?” ujarnya dengan marah.
“Mianhe. Aku hanya minta tolong padamu. Sekali saja”
“Apa? Minta tolong? Hantu minta tolong kepada manusia? Tidak masuk akal” jawab Minhyun yang meninggalkan ku pergi.
“Hah..tung..” ujar ku yang bergegas menyusul Minhyun.
“Kenapa kau tidak percaya? Kalau bukan kamu siapa lagi yang bisa membantuku? Karena cuman kamu yang bisa melihatku” jelasku yang berlari kecil disamping Minhyun.
“Andwe” ujar Minhyun.
“Kumohon! Sekali saja!” ujar ku yang memohon pada Minhyun.
“Kau tidak dengar? ANDWE” ujar Minhyun yang teriak menghadapku.
“Ah…hah” ujarku yang terkejut.
            Seorang Ahjusi yang sedang menyiram bunga dibelakang ku, tampak heran melihat Minhyun yang berteriak sendiri di hadapannya. Tentu saja membuat Minhyun sangat malu.
“Ah…Je..jeosongimnida” ucap Minhyun yang menundukkan kepalanya pada Ahjusi itu. Ahjusi itu tetap berdiri mematung menatap Minhyun.
~*~*~*~Kampus~*~*~*~
“Yah,yah,yah, Please!” ujar ku yang duduk di hadapannya. Minhyun hanya diam dan tetap fokus memperhatikan Dosen di depan.
“Setelah kau membantu ku, aku tidak akan mengganggu mu lagi. Aku janji. Suwer!” ujar ku mengacungkan jari tengah dan telunjukku kehadapannya.
“ANDWE!” teriak Minhyun yang sudah kesal.
“Apa yang tidak, Minhyun?” Tanya dosen di depan.
“Ah…it…itu, rumus kimia yang itu tidak di gunakan lagi” ujar Minhyun gugup dan semua mata murid menatapnya.
“Yang mana?” Tanya dosen itu.
“Yang paling bawah” lanjut Minhyun.
“Oh…Memang. tapi, saya hanya menunjukkan saja”
“Oh” ujar Minhyun yang menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal itu. Dan aku hanya dapat menunduk malu karena sikapku yang membuat Minhyun malu.
“Pergilah sekarang!” perintah Minhyun yang berbisik padaku.
“A…N…ne” ujarku dengan gugup. Aku pun pergi meninggalkan Minhyun dan menunggunya di tangga depan Kampus.
“Huft…tinggal 8 hari lagi. Tapi, aku masih tidak bisa mendapatkan permohonan ku dari Minhyun. Heh…aku harus semangat. FIGHTING GYU RI!!!” ucapku sambil mengepalkan tangan kanan ku.
            2 jam menunggu, akhirnya Minhyun keluar dari kelasnya. Aku tersenyum melihat sosok namja yang baru ku sadari bahwa ternyata dirinya cukup Tampan itu. Dia berjalan melewati ku. Entah dia sadar atau tidak kalau diriku sedang dilewatinya.
“Hey, guys!” sapa teman Minhyun yang menunggunya di depan gedung kampus.
“Hey!” balas Minhyun.
“Perkenalkan, ini teman ku dari jurusan Model” ucap teman Minhyun itu. Aku terus menatap mereka dan mendengarkan percakapan mereka.
“Minhyun imnida”
“Seohyun Imnida” balas Yeoja cantik itu. Kemudian, teman Minhyun itu membisikan sesuatu ke telinga Minhyu. Aku pun mendekati mereka.
“Dia lajang. Kau bisa PDKT denganya” bisik teman Minhyun itu.
“Mwo? Kau gila, hah? Sudah ku bilang, aku tidak mau. Biar waktu yang menyatukan ku dengan jodoh ku. Kau tidak usah repot-repot mencarikan ku” jawab Minhyun.
“Tapi, aku kasihan dengan kau. Kau saja yang belum pernah berkecan”
“Kau tidak perlu kasihani aku. Aku baik-baik saja” tegas Minhyun.
“Jeosongimnida. Aku pulang duluan” pamit Minhyun kepada Yeoja yang sedari setia menunggu mereka. Aku pun kembali membuntuti Minhyun pergi.
“Hey, kenapa kau menolak tawaran teman mu?” Tanya ku yang menyusul Minhyun ke arah Perpustakaan.
“Kau nguping, ya?” Tanya Minhyun balik.
“An..aniyoo. Aku tidak sengaja mendengarnya”
“Bohong. Kau tidak perlu ikut campur” ucap Minhyun.
“Ya, aku tahu. Tapi, menurut ku, saran teman mu itu tidak ada salahnya. Lagi pula tidak akan merugikanmu kan?” saranku.
“Yaa! Kau ini. Sok kenal sekali denganku. Tahu apa kau tentang ku, hah? Dasar Hantu” ucap Minhyun yang lagi-lagi memaki ku.
“Ya…Yaa…sudah ku bilang aku bukan hantu. Kenapa kau tidak percaya?” Tanya ku. Minhyun hanya terus berjalan dan meninggalkanku.
            Minhyun pun memasuki sebuah ruangan yang cukup luas dengan dipenuhi rak-rak buku yang tidak aku ketahui buku-buku apa saja disana. Aku terus berjalan mengikuti Minhyun sambil menatap rak-rak buku yang dipenuhi buku-buku itu.
            Setelah Minhyun mengambil buku yang ia butuhkan, ia pun duduk di sebuah meja dengan 4 kursi. 2 kursi di sisi sebelah kanan dan 2 kursi disisi sebelah kiri. Aku duduk di kursi sisi sebelah kanan dan Minhyun di sisi sebelah kiri.
“Sampai kapan kau harus mengikuti ku?” Tanya Minhyun sambil membuka buku yang ia pinjam.
“Sampai, sebelum waktu ku habis” jawab ku sambil menatap wajahnya.
“Heh…” dengus Minhyun.
“Ilmu Kedokteran? Kau mengambil jurusan Kedokteran, ya?” Tanya ku membuyarkan keheningan saat melihat cover buku yang dibaca Minhyun.
“…” Minhyun hanya diam.
“Waaah…Daebak. Kalau dilihat-lihat, propesi itu cocok untuk mu”
“…” lagi-lagi Minhyun hanya diam dan tetap fokus dengan buku yang ia baca.
~*~*~*~Toko Roti~*~*~*~
“Annyeong” sapa Hwe Jin pada teman serekan kerjanya.
“Annyeong” balas teman rekan-rekan kerjanya.
“Dimana Lu Han?” Tanya Hwe Jin pada salah satu rekan kerjanya.
“Sepertinya, tidak masuk kerja lagi?” jawab rekan kerjanya itu.
“Jinjja? Oh…biar aku telpon dia” ujar Hwe Jin sambil meraih Ponselnya di saku celana depannya.
~*~*~*~Rumah Lu Han~*~*~*~
“Oppa, apa Oppa mau kerumah sakit lagi?” Tanya gadis kecil sambil menatap Oppanya yang sedang membereskan pakaiannya.
“Ne, Seo Hee”
“Oppa sudah 2 hari tidak masuk kerja” jelas Seo Hee adik dari Lu Han itu.
“Oppa tidak bisa meninggalkan, Eonnie”
“Aku tahu. Tapi, Eonnie juga akan kecewa kalau melihat Oppa terlalu memaksakan diri seperti ini” jelas Seo Hee yang meyakinkan Oppanya itu.
“Eonnie sedang sakit parah. Oppa tidak bisa meninggalkan Eonnie”
“Terserahlah” ujar Seo Hee yang menyerah dengan Oppanya itu.
Drrrrrt Drrrrrt
“Yeoboseyo” jawab Lu Han.
“Yeoboseyo, Lu Han. Ini aku Hwe Jin. Apa kamu tidak masuk kerja lagi?” Tanya Hwe Jin.
“Tidak”
“Wae?”
“Aku harus menemani Gyu Ri”
“Tapi, kau juga harus bekerja. Aku takut, jika kau tidak masuk sampai 3 hari, kau akan di pecat” jelas Hwe Jin.
“…” Lu Han hanya diam.
“Lu Han, Lu Han jawab aku” ucap Hwe Jin.
“Ne, aku akan bekerja hari ini” ujar Lu Ha.
“Jinjjayo? Aku akan tunggu” ucap Hwe Jin yang langsung menutup telponnya. Seo Hee pun tersenyum dengan jawaban Oppanya.
“Hati-hati” ujar adiknya yang memberikan senyuman untuk Oppanya yang sedang berangkat kerja.
~*~*~*~Toko Roti~*~*~*~
“Annyeonghaseyo” sapa Lu Han dengan ekspresi datar.
“Annyeong” jawab rekan kerja yang lain dengan Hwe Jin.
“Senang bisa melihat kau kembali bekerja lagi” ucap Hwe Jin yang menghampiri Lu Han.
“Emh” jawab Lu Han dengan nada datar.
“Hehehmh” Hwe Jin hanya tertawa kecil.
            Lu Han dengan semangat yang terpaksa, ia harus melayani para pelanggan. Salah satu Ahjuma sempat heran dengan ekspresi Lu Han yang tidak seperti biasa. Ahjuma tersebut merasa tidak nyaman dengan Lu Han.
“Pelayan” panggil Ahjuma itu pada Hwe Jin.
“Ne?” jawab Hwe Jin.
“Si Imut itu kenapa? Kok wajahnya seperti itu?” Tanya Ahjuma itu.
“Oh, eh…dia sedang ada masalah” jawab Hwe Jin.
“Jinjja? Ah…sayang sekali. Aku hanya saja tidak merasa nyaman dengan ekspresianya yang seperti itu. Yang biasanya ceria dan bersemangat, tiba-tiba seperti orang sakit seperti itu” keluh Ahjuma itu.
“Ah…ne” ucap Hwe Jin. Hwe Jin pun menghampiri Lu Han yang sedang mengantar nampan ke dapur.
“Lu Han, apa kau baik-baik saja?”
“Aku baik-baik saja”
“Tapi, ekspresimu itu tidak membuat pelanggan merasa nyaman”
“Oh” jawab Lu Han datar.
“Sebaiknya kau harus mencoba tersenyum”
“Kau bilang tersenyum? Mana bisa aku tersenyum sedangkan Gyu Ri tergeletak di rumah sakit? Bukankah kau yang menyuruh ku untuk mencintainya? Dan inilah besar cinta ku kepada Gyu Ri” bentak Lu Han. Tentu saja itu membuat Hwe Jin terkejut. Selama Hwe Jin mengenal Lu Han, belum pernah ia di bentak seperti ini.
“Apa ma..maksud mu?”
“Kau lupa? Bukankah kau yang menyuruh ku untuk belajar mencintai Gyu Ri. Karena kamu telah menolak cinta ku demi Lay Sunbaenim itu” lugas Lu Han sambil menatap pekat mata Hwe Jin.
“N..ne, tapi kan bukan berarti kau menyiksa diri mu seperti ini?”
“Kau tidak usah ikut campur urusan pribadi ku lagi. Jalani saja jalan kita masing-masing” ujar Lu Han yang meninggalkan Hwe Jin.
            Hwe Jin hanya dapat mematung karena bentakan Lu Han. Ia langsung teringat akan masa lalunya dengan Lu Han semasa SMA dulu.
~*~*~*~4 Tahun yang lalu~*~*~*~
“Saranghae” ucap Lu Han yang masih memegang erat lengan kanan Hwe Jin.
“N..ne?” ujar Hwe Jin yang bingung.
“Maukah kau menjadi yeojachingu ku?”
“It..itu..”
“Itu kenapa?”
“Aku sudah menyukai orang lain”
“Ne?” kaget Lu Han.
“Ne, aku sudah menyukai orang lain”
“Siapa? Sunbaenim dari English Club itu?”
“Ne, Lay Sunbaenim. Mianhe, Lu Han”
“…” Lu Han hanya diam dan perlahan-lahan melepaskan genggamannya dari tangan Hwe Jin.
“Tapi, kau bisa mencintai Gyu Ri. Dia belum pernah berkencan dan juga dia baik dan pintar” saran Hwe Jin untuk meyakinkan Lu Han.
~*~*~*~Rumah Sakit~*~*~*~
            Namja si cantik Ren datang mengunjungi ku ke rumah sakit dengan membawa serangkaian bunga dalam keranjang. Ren mencoba mendorong pintu kamar rawat ku dengan sangat pelan, agar tidak menimbulkan bunyi yang dapat mengganggu.
“Oh, Ren” ucap Appa ku yang sedari duduk setia menunggu ku di sofa.
“Annyeong, Ahjusi”
“Annyeong, ada apa?”
“Tentu saja untuk mengunjungi Gyu Ri. Ini!” ujar Ren yang memberikan keranjang bunga kepada Appa ku.
“Silahkan!” ucap Appa ku untuk menyuruh Ren melihat ku.
“Dimana Ahjumma?”
“Ahjumma balik sebentar ke rumah untuk mengambil pakaian dan makan siang untuk Ahjusi” ujar Appa ku.
“Bagaimana perkembangannya, Ahjusi?” Tanya Ren yang berdiri di samping ku.
“Tidak ada”
“Tidak ada?”
“Ne. Berat untuk kembali normal kata dokter Jin Yong” jelas Appa ku sambil mendekati Ren.
“…” Ren hanya diam menatap malangnya nasib ku dengan di penuhi alat-alat rumah sakit membalut tubuh ku.
“Hidupnya sekarang hanya 2,5%” ucap Appa ku yang mulai meneteskan air matanya.
“Sekarang kita hanya dapat menunggu Keajaiban dari Tuhan” ucap Ren sambil menatap tubuhku yang lemah dan tak berdaya itu.
~*~*~*~Kampus~*~*~*~
            Langit mulai senja. Aku masih setia mengikuti Minhyun kemana saja. Walaupun aku tahu, Minhyun pasti jengkel pada ku. Kami pun berjalan ke depan gerbang untuk pulang ke rumah Minhyun. Ketika hendak keluar gerbang, kami mendapati segerombolan Mahasiswa dan siswi di depan Mading Kampus. Minhyun pun ingin mencari tahu apa itu. Aku hanya mengikuti saja.
“Ada apa?” Tanya Minhyun dengan salah satu temannya.
“Itu daftar terjun praktek langsung ke tempat kerja”
“Jinjja?”
“Ne”
            Minhyun pun langsung mendorong tubuhnya masuk ke dalam gerombolan orang-orang itu. Aku hanya menatap heran dari belakang gerombolan itu.
“Yes, mulai hari senin aku akan praktek” ujar Minhyun sambil mengepal tangan kanannya.
“Jinjja? Wah…hebat! Selamat ya?” ucap ku yang ikut senang.
“…” Minhyun hanya diam dan meninggalkan ku.
“Yah, apa-apaan sih dia. Bilang Gomawo atau apa gitu. Ciiiih…yaa…tung…tunggu!” teriak ku sambil berlari menyusul Minhyun.
            Selama kami berjalan pulang, suasana hanya terasa hening. Aku hanya mengikuti Minhyun dari belakang kemana saja ia pergi.
“Kau tidak lelah mengikuti ku terus?” bentak Minhyun.
“An..aniyoo. Aku tidak akan berhenti mengikuti mu sampai kau mau membantu ku”
“Ceeeh” jawab Minhyun jutek.
            Kami pun melanjutkan perjalanan pulang kami dengan hening kembali. Sambil berjalan aku menatap indahnya langit sore di musim semi dengan segerombolan burung walet beterbangan menuju rumah mereka. Entah kenapa, tiba-tiba air mata ku menetes saat memandangi langit sore. Tangisan ku mulai berdesis. Minhyun sempat terhenti saat mendengarnya dan berbalik menatapku. Aku pun spontan langsung membalik wajah ku dan menghapus air mata ku. Aku takut Minhyun melihat ku menangis. Minhyun pun kembali melanjutkan langkahnya.
            Akhirnya kami tiba di rumah Minhyun. Aku pun masuk duluan dan langsung duduk di ruang makan. Aku menunggu Minhyun membersihkan dirinya dan makan malam. Minhyun dengan rajinnya memasak makan malam untuknya.
“Hemh…Dimana orang tua mu?” ujar ku yang membuyarkan kesunyian.
“Bercerai dan aku memilih tinggal sendiri” jawab Minhyun dengan nada datar.
“Hah? Ah…mianhe. Aku tidak bermak…”
“Ne, arraseo” jawab Minhyun.
“Mianhe” ucapku lagi.
            Minhyun pun berjalan dengan sebuah nampan berisi makan malam ke meja makan. Aku hanya memandangi Minhyun selama ia makan. Dalam waktu 5 menit ia menghabiskan makan malamnya dan beranjak ke kamarnya. Aku pun mengikutinya dari belakang.
“Apa kau akan selalu manjadi buntut ku?” Tanya Minhyun seraya menarik selimutnya dan merebahkan tubuhnya.
“Emh…sampai waktu ku habis” jawab ku. Minhyun hanya menghela nafas dan membalik badannya ke dinding untuk menghindari ku.
~*~*~*~7 Hari Lagi~*~*~*~
            Kicau burung dan sinar matahari telah menyinari pelosok-pelosok jendela yang menutupi kamar Minhyun. Sebercak sinar matahari menyorot wajah Minhyun dan membuat silau matanya yang tertutup rapat. Sedangkan aku hanya duduk di samping tempat tidurnya sambil menekuk kaki ku.
“Annyeong” sapa ku ketika melihat matanya terbuka menatap ku.
“…” Minhyun hanya diam dan langsung bangkit dari tempat tidurnya.
“Hah…” ujar ku yang kecewa karena tak di hiraukan Minhyun. Aku hanya duduk di ranjangnnya dan menunggu Minhyun selesai mandi. 10 menit kemudian, Minhyun masuk ke kamarnya sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk.
“Kapan kau mau membantu ku?” Tanya ku yang entah ke berapa kalinya sudah.
“…” lagi-lagi respon Minhyun hanya diam.
“Waktu ku tidak akan lama lagi. Aku hanya…”
BLAAAAM
“Harus berapa kali aku mengatakannya pada mu?” ujar Minhyun yang menghempas pintu lemari pakaiannya.
“Hah…mia…”
“Pergilah! PERGI DARI SINI!” bentak Minhyun yang ku rasa sekarang dia benar-benar muak denganku. Aku benar-benar takut sekarang. Aku hanya dapat menundukkan kepalaku karena takut menatap Minhyun.
“Mianhe, kalau aku membuat mu jengkel. Aku akan pergi dan tidak akan mengganggumu lagi” ucapku. Aku pun pergi dari kamar Minhyun.
“Huuuuuft….akhirnya dia pergi juga. Hanya sedikit bentakan keras. Hah…” nafas Minhyun yang lega.
~*~*~*~Kampus~*~*~*~
            Setelah kejadian itu aku tidak lagi mengikuti Minhyun. Minhyun pun tampak tenang menjalani hidupnya hari ini di kampusnya. Sedangkan aku, hanya duduk di pinggir sungai Han memandangi sepasang joli yang sedang di landa cinta di pinggir sungai Han. Perasaan iri menyelimuti hati ku. Aku hanya bisa menekuk wajah ku.
“Aku duluan!” seru mahasiswa yang keluar dari kelas Minhyun.
“Hey, aku dulan ya?” ujar salah satu teman Minhyun sambil menepuk pundaknya.
“Ne” jawabnya. Minhyun tampak melirik ke berbagai sudut arah untuk memastikan bahwa aku benar-benar tidak mengikutinya lagi.
“Emh…sepertinya dia benar-benar berhenti mengikuti ku. Baguslah” ujarnya sambil menuruni anak tangga.
            Semangkuk mie ramen yang di seduhkan Minhyun menemaninya makan malam. Tiba-tiba sedikit terlintas rasa bersalah di hatinya kepadaku. Tapi, Minhyun segera membuyarkan pikiran konyolnya itu. Saat hendak tidur pun, ia memikirkan aku yang selalu membuntutinya. Terlihat senyum manis Minhyun di bibir sexynya itu. Tapi, ia segera menampar-nampar pipinya karena hal gila itu.
~*~*~*~6 Hari Lagi~*~*~*~
            Aku bosan terus berjalan-jalan di perkotaan Seoul. Aku terus mendapati sepasang kekasih yang sedang di madu Cinta. Tentu saja aku iri sekali. Akhirnya aku memutuskan untuk mengunjungi Hwe Jin dan Lu Han. Pertama aku akan mengunjugi Hwe Jin. Karena aku sangat merindukannya.
            Tiba sudah aku di depan apartemen mewah yang tidak jauh dari rumah ku. Mungkin hanya 500 meter. Aku pun langsung masuk ke apartemen itu. Ketika masuk ke dalam apartemen Hwe Jin, terlintas rasa rindu ku dengan tempat ini.
Perlahan aku masuk ke kamar Hwe Jin. Aku dapat melihat sosok Yeoja cantik yang sedang mempercantik diri di depan cermin. Aku pun mendekat kepada Yeoja itu dan duduk di tempat tidur yeoja itu. Di meja hiasnya terdapat poto ku, Hwe Jin dan Ren. Hwe Jin pun menatapnya dan ia tidak dapat menahan rasa sedihnya ketika melihat potoku. Hwe Jin tersedu-sedu menangis. Ingin rasanya ku mengusap air matanya yang berharga itu. Sayangnya aku tidak dapat menyentuhnya. Aku pun tak dapat menahan air mata ku karena sesak di dada.
Drrrrt Drrrrrt
            Ponsel Hwe Jin bergetar di samping ku. Tertulis Lu Han di panggilan itu.
“Yeoboseyo” jawab Hwe Jin.
“Yeoboseyo, Hwe Jin”
“Ada apa?”
“Mianhe soal 2 hari yang lalu”
“Tidak apa-apa. Aku mengerti kok”
“Aku sungguh tidak bisa menahan rasa amarah ku waktu itu”
“Ne arraseo”
“Oh, ya besok Aku jemput ya untuk mengantar mu ke kampus”
Deg!
            Entah kenapa saat mendengar tawaran Lu Han, rasanya hati ku tiba-tiba sakit. Wajar saja kan kalau Lu Han melakukan itu. Mereka lebih lama saling mengenal dari aku. Aku pun mengenal Lu Han dari Hwe Jin.
Ne?” Tanya Hwe Jin yang ragu-ragu mendengrnya.
“Ne, aku akan jemput mu. Ya anggap saja itu permintaan maaf ku”
“Ah, tidak usah. Aku bisa menggunakan bus kok. Lagi pula aku sudah melupakan masalah itu”
“Aku mohon” ujar Lu Han yang begitu berharapnya.
“Eh…” Hwe Jin tampak ragu untuk menerimanya. Karena dia tampak merasa tidak enak dengan ku yang sedang tergeletak lemah di Rumah Sakit.
“Ne” jawabnya dengan berat.
            Mendengar jawaban itu, aku langsung memalingkan wajah ku. Rasa cemburu membara di hati ku. Padahal melihat hal seperti itu adalah hal wajar. Tapi, entah kenapa rasanya api cemburu di hati ku beradu. Aku pun memilih pergi untuk menenangkan hatiku dan tidak berniat untuk menemui Lu Han untuk saat ini. Aku memilih mengunjungi tubuh ku dan ingin menemui Appa dan Eomma ku.
~*~*~*~Rumah Sakit~*~*~*~
“Ini kotak suntik obat, ini alat pemeriksa tensi darah dan catatan pasien. Untuk hari ini kau cukup memeriksa 8 kamar saja dulu. Karena ini hari pertama untuk mu” perintah Dokter dari Rumah Sakit itu.
“Ne, Khamsahamnida” ucap Minhyun sambil menundukan kepalanya.
            Minhyun pun mulai mengerjakan tugasnya. Dengan senyum andalannya, ia melayani para pasien sambil bertanya-tanya kepada pasien. Dengan mudahnya Minhyun dapat akrab dengan para pasien di sana. Tinggal satu kamar yang belum ia periksa. Ia pun bergegas masuk untuk segera menyelesaikan tugasnya.
“Annyeong” sapa Minhyun.
“Annyeong” balas Appa ku.
“Permisi sebentar, aku ingin memeriksa dan memberi obat”
“Ne, silahkan” jawab Appa ku.
            Ketika Minhyun ingin melangkahkan kakinya ke tempat tidur rawatku, ia spontan berhenti melihat sosok yang begitu ia kenal. Ia menelan air liur karena tidak percaya melihat tubuh ku yang tergeletak tak berdaya dengan balutan alat-alat rumah sakit. Ia pun langsung membuka catatan ku pada buku pasien. Tertulis:
Nama pasien: Gum Gyu Ri
Umur: 20 tahun
Sakit: Mendapatkan jahitan di bagian perut sebelah kanan karena tusukan
Perkembangan: 2,5% masih bertahan
            Minhyun hanya tercengang melihat catatan itu dan menatap tubuh ku. Ia langsung membuyarkan lamunannya dan lekas memeriksa tubuh ku. Ia membalut tangan kanan ku dengan alat pemeriksa tensi darah dan memasukkan Termometer ke dalam mulut ku. Perasaan Minhyun sangat gugup bercampur tak percaya dengan apa yang terjadi selama ini.
            Kemudian, Minhyun pun memerikasa jahitan pada perut ku. Perlahan-lahan ia membuka baju ku. Tangannya sungguh gemetaran dan berkeringat dingin.  Dengan perlahan ia membuka kancing pertama dari bawah dan dilanjutkan dengan kancing kedua. Keringat dingin telah menyelimuti dahi Minhyun. Tatapan mata Minhyun terhenti ketika mendapati luka bekas tusukan itu tak di tutupi perban.
“Aigoo, kenapa jahitannya terbuka tanpa perban?” Tanya Minhyun yang terkejut melihat jahitan bekas tusukan itu.
“Kemarin malam, Dokter membukanya. Dia bilang agar mengeringkan obatnya” jelas Appa ku.
“Ne?” bingung Minhyun.
“Kau mahasiswa praktek?” Tanya Appa ku.
“Ne, dari Universitas Nasional Seoul” jawab Minhyun tanpa ragu.
“Oh, semoga sukses ya dengan tugas mu?”
“Ne, Khamsahamnida Ahjusi” jawab Minhyun sambil menundukan kepalanya.
            Setelah Minhyun menyelesaikan tugasnya, ia bergegas keluar dari ruang rawat ku. Tubuh Minhyun masih gemetaran karena masih memikirkan hal yang terjadi sekarang. Minhyun mempercepat langkahnya di lorong rumah sakit dan aku pun mempercepat langkah ku saat di lorong rumah sakit. Tak di sangka kami berpapasan.
“Gyu Ri?” ujar Mihyun yang terkejut.
“Hah? Minhyun?” ucap ku yang juga terkejut.

TBC….

Close Song=>EXO-Angel

Yah…TBC, nggak papa deeh L , Nah, Apa yang terjadi setelah Minhyun dan Gyu Ri bertemu kembali, setelah Minhyun mengusir Gyu Ri? Dan Bagaimana nasib malang si Gyu Ri yang mendapat cobaan yang begitu besar? kalau mau tahu kelanjutannya, baca yang part 2’nya yah? ^_^. Gimana, gimana, gimana? Jelek, bagus, sedang atau biasa-biasa saja? Kritik dan saran sangat membantu ku dalam berimajinasi #gaya Spongebob XD. Jadi, tolong Like & Komen yah? J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar