Selamat Datang Di Blog Han Hyo Mi


widget

Sabtu, 22 Desember 2012

[Fanfiction] "60 SECONDS"


“60 SECONDS”
Author                           : Han Hyo Mi
Main Cast                    : Han Sangjin as Risa Putriani, Chanyeol EXO-K & Kang Raesun.
Genre                               : Romantic
Untuk                              : 15 +
Soundtrack              : Kim Sung Gyu_60 seconds

Annyeong…^^. Ketemu lagi sama author kalian. Kangen gak sama author Hyo Mi? #ngarep bngt lo thor. Hehehe XD lama yah gak ketemu…niatnya sih ni ff mau dibuat sebelum Ultah Yeol Cendeol. Biar aku rilis pas tepat Ultahnya Yeol Cendeol. Tapi, karena author sibuk dengan segudang  tugas, yah apa boleh buat…#gaya lu thor2. Ff ini terinspirasi dari lagunya Sung Gyu yg baru itu tuh. Auhtor kasih sedikit cuplikan nih, ff ini menceritakan seorang gadis yang bersifat dingin sejak sang ibu meninggal karena ayahnya yang tak lagi menyayanginya seperti dulu. Kehidupannya yang jauh dari pergaulan membuatnya membenci pertemanan. Hingga akhirnya datanglah seorang gadis sebaya yang membuat dirinya sadar. Manalagi datang seorang namja aneh yang membuat hidupnya berubah. Bagaimanakah kelanjutannya kisah, yuk kita ngumpet bareng author? #==’ ni author minta telur busuk deh kayaknya. Hehehe, yuks…cekidot… XD

O>O>O>O>O
“Hiks…appa, appa, bangun…tolong eomma, eomma, masih didalam, appa!” aku menangis menjerit dan menggoyang-goyang pundak appa ku yang tak sadarkan diri.
“Eomma, keluar, ppali!” aku berteriak memukul kaca jendela mobil ku.
“Hah…ap-api? EOMMA PPALI!!” aku mengeras pukulan ku ke kaca jendela. Tapi, eomma tak menjawab panggilan ku. Eomma masih tak sadarkan diri. Dikeningnya ada darah yang mengalir.
“Eomma, bangun….” aku terus menangis. Aku ambil sebuah batu yang tak jauh dari ku dan ku pukulkan ke kaca jendela mobil ku.
PRAAANG
“Eomma!!” panggil ku sambil menarik-narik tangan eomma ku. Tapi, eomma tak menjawab. Tubuhnya terjepit di himpitan mobil yang sudah hancur itu.
“HAH?!” mata ku tercengang melihat api yang membesar di mobil ku. Aku berdiri dan menarik appa ku jauh dari mobil. Berat. Sangat berat aku menarik appa ku dengan tubuh mungil ku.
DUUUAR
“EOMMA!!” aku berteriak.
“HAH…hah…hah…” aku terbangun dari tidur ku. Nafas ku sesak dan aku berkeringat. Ku raih segelas air dari meja dan aku minum.
“Lagi-lagi aku mimpi buruk. Hah…” aku memegang jidad ku.
KRIIIING
                        Jam weker ku berdering. Aku tekan untuk mematikannya. Aku rapikan tempat tidur ku. Lalu ku raih handukku dan menuju kamar mandi. Selesai mandi, aku memakai seragam ku dan menyisir rambut pajangku.
TIIINGG
                        Itu pasti suara pesan dari appa ku. Ia terus mengirim ku pesan setiap harinya melalui pesan Televisi digital. Ia pun jarang dirumah. Appa sekarang ada di Swedia. Ia sedang membuat cabang perusahaanya disana. Dalam setahun cuman ada 5 hari appa pulang ke rumah. Aku sekarang tinggal bersama Haraboji dan pembantu-pembantu di rumah ku. Sejak eomma mendahului kami, appa seperti menjauh dari ku. Itulah yang ku rasakan.
                        Biarpun dirumah ini memiliki pembantu yang banyak, tapi aku tidak pernah menginginkan mereka. Karena aku bisa melakukan semua urusan ku sendiri.
“Pagi sayang, sudah sarapan? semoga hari ini, hari yang baik untuk mu” itulah pesan dari appa ku. Selalu itu.
“Heh…” aku tak menghiraukan pesan dari appa ku itu. Aku poles wajahku dengan bedak., Aku beri airliner di kelopak mata ku, Aku beri celak di bawah mata ku, Aku pasang kalung, gelang, cincin dan jam tangan yang berwarna serba hitam. Kemudian, aku kuncir tinggi rambutku.
                        Itulah penampilan ku sekarang. Mungkin jauh berbeda dari yang dulu. Sebelum eomma pergi. Entah kenapa, aku bisa berubah total dari yang feminim menjadi seperti ini.
“Annyeong, Haraboji” sapaku kepada haraboji dan duduk di meja makan.
“Annyeong. Cepat sarapan dan cepat berangkat sekolah!” ucap harabojiku yang masih membaca Koran paginya.
“Apa itu? masa aku tak dihiraukan hanya karena sebuah Koran” aku memprotes.
“Ne, sayang. Sarapanlah” ucap haraboji ku yang tersenyum.
                        Tak butuh waktu lama, aku dapat habiskan sarapanku. Aku berdiri dan berpamitan dengan haraboji. Tanpa perintah, pintu mobil pun dibuka.
“Waeyo?” tanya ku.
“Mulai hari ini nona akan diantar menggunakan mobil” jawab sopir itu.
“Mwo?! Andwe. Aku akan menggunakan kereta saja” aku menolak dan meninggalkan sopir itu.
“Tapi, nona..” kata-kata sopir itu terpotong.
“Kau akan aman jika diantar” sambung haraboji ku yang keluar menemui kami.
“Tapi, haraboji tahu kan, kalau aku tak suka naik mobil?”
“Perlahan-lahan kau akan terbiasa” ujar haraboji ku.
“Andwe, andwe, ANDWE!” jawab ku kesal dan meninggalkan rumah.
“Hah…anak ini memang keras kepala” haraboji ku tersenyum sambil menggeleng kepalanya.
                        Ku pasang headshet ke telingaku dan ku putar lagu kesukaanku. Kulihat paparan padi yang hijau dari jendela kerata. Mata ku terpaku melihat seorang ibu yang menanam padi sambil menggendong anaknya. Tiba-tiba, wajah ibu itu berubah menjadi wajah eomma dan anak yang digendong adalah aku. Air mata ku tiba-tiba mengalir. Aku palingkan tatapanku dan menundukan mata ku.
                        Tak terasa, aku sampai diterminal. Aku turun dan bergegas menuju sekolah yang jaraknya tak jauh dari terminal itu. Ku lepas Headshet ketika sampai digerbang. Semua mata takut melihat ku. Ya, benar. Sampai saat ini, aku tak pernah tersenyum dan tertawa kepada siapa pun. Karena hati ku sekarang telah diselimuti kata-kata hitam dari appa ku.
                        Ku letakkan jaket dan kamus kedalam loker ku. Ku berjalan menuju kelas. Aku tak pernah menyapa apalagi tersenyum pada semua teman ku disekolah. Karena mereka semua sama. Sama-sama pengkhianat. Ceritanya saja teman. Ternyata, mereka hanya ingin enaknya saja.
                        Aku duduk dibangku ku dan tak lama seonsaengnim datang membawa beberapa buku dan seseorang dibelakangnya. Sepertinya murid baru.
“Dikelas kita kedatangan murid baru. Silahkan perkenalkan dirimu!” ujar seonsaengnim.
“Ne. Jenuen Kang Raesun imnida. Mohon bantuannya” sapanya pada kami sambil menunduk. Aku hanya menatapnya kosong.
“Baiklah, kau duduk disana” tunjuk seonsaengnim kearah belakangku.
“Ne” jawab yeoja yang bernama Raesun itu. Ia berjalan ke arahku. Tepat ketika melintas disampingku, kaki ku mengait kakinya.
BUUUK
“Upss, kau terlalu ceroboh” ujar ku.
“Hah, mianhae. Jeonmal mianhae” ucapnya kepadaku.
“Hah..” aku hanya membuang tatapanku.
                        Ia pun berdiri dan duduk dibelakang ku. Aku melipatkan tangan ku ke dada dan menatap seonsaengnim didepan. Membosankan, apalagi untuk melihat segudang rumus Matematika. Aku buka bungkus permen karet, lalu aku kunyah permen itu. Aku mainkan balonnnya sampai besar.
“Hemh…tolong dikelas jangan makan!” tegur seonsaengnim. Aku hanya pura-pura tak mendengar.
“Sangjin!” panggil seonsaengnim lagi.
“Mwo?” tanya ku yang masih mengunyah permen karet.
“Tolong hargai saya” lanjutnya.
“Berapa? Seonsaengnim mau aku bayar berapa?” ketus ku.
“Hah…” seonsaengnim itu hanya menghela nafasnya.
KRIIIIIIIING
                        Itu suara bel istirahat. Aku beranjak pergi dari kelas karena hawa membosankan sudah menyelimutiku. Aku berjalan menuju ruangan renang. Kutemukan tempat sepi dan nyaman untuk menyendiri. Yaitu, dibawah tangga disebelah ruang renang. Ku pasang Headshet ku, kemudian aku mainkan lagunya.
“Chogyeo” ucap seseorang yang membuyarkanku.
“Kau? Mau apa kau?” tanya ku melepas Headshet ku dan melihat Raesun didepan ku duduk berjongkok.
“Kita belum kenalan” ujarnya.
“Untuk apa? penting?” tanya ku yang memasangkan Headshet ku lagi.
“Dengarkan aku dulu!” cegahnya menahan tanganku.
“Mwo?” aku melempar tangannya.
“Ak-aku hanya ingin menjadi temanmu”
“Kenapa mesti aku? kan masih banyak anak yang lain” ucapku.
“Karena, kau orang pertama yang aku temui”
“Hah?”
“Ne. Aku cukup tertarik untuk menjadi temanmu. Bolehkan?”
“ANI” aku menolak dan beranjak dari duduk ku. Aku pergi meninggalkannya yang masih duduk berjongkok di situ.
                        Aku pun berjalan menuju kelas. Aku tidak tahu dimana lagi tempat yang sunyi disekolah ini. Dengan perasaa kesal, tiba-tiba…
BYUUR
“Hah..ah…mi-mianhae. Jeongmal mianhae Sangjin” ucap yeoja yang bernama Injung menumpahkan jusnya ke seragamku. Dia teman sekelasku.
“Akan ku bersihkan” ujar Injung itu membersihkan seragamku dengan tisunya.
“Tidak perlu!” ketus ku mendorongnya hingga terjatuh.
“Kau hanya akan menambah nodanya” lanjutku.
“Hah..tap-tapi..” terpotong.
                        Mataku berpandang lurus melihat Raesun yang terkejut melihat ku mendorong yeoja itu. Tapi, aku hanya menatapnya tanpa ekspresi.
“Dasar lemot!” ketus ku meninggalkan yeoja itu.
“Apa-apaan dia? Bukannya menghargai permintaan maafku, dia malah mendorongku. Dia kira, dia siapa. Seragam mahal ku jadi kotor” ketus Injung yang menodai baju ku itu.
“Sudah, sudah. Kau tahukan kalau dia pemilik sekolah ini?” jelas temannya yang adalah Gain.
“Memang kenapa? memang aku tidak bisa melakukan apa-apa?” tanyanya dengan nada suara keras. Aku mendengarnya tapi, aku tak menghiraukannya. Hanya akan menghabiskan tenaga saja.
                        Sepulang sekolah, aku melihat dua buah mobil sedan mewah diparkir didepan rumah ku. Aku mengenali salah satu mobilnya. Itu adalah mobil appa ku. Tapi, mobil siapa yang satunya lagi. Aku bergegas masuk rumah untuk memastikannya.
“Hai, Sangjin. Kau sudah pulang?” tanya Haraboji yang duduk bersama appa dan seorang yeoja paruh baya bersama seorang namja disebelahnya. Namja itu terlihat seumur denganku.
“…”aku hanya menundukkan kepalaku dan berjalan menuju kamar.
“Jakanman, duduklah disini!” perintah haraboji menghentikanku. Aku pun kembali kesana dan duduk didepan namja yang tersenyum padaku.
“Masa appa mu pulang, kau tidak menyapanya?” tanya haraboji memecahkan keheningan.
“Tidak perlu. Appa sudah tiap harinya menyapa ku melalui pesannya” jawab ku agak kasar.
“Eh…baiklah. Dia adalah calon istri appa dan calon eomma baru untuk mu” ujar appa mengejutkanku. Mata ku membulat menatap yeoja yang seumur appa ku itu dan kemudian menatap appaku.
“MWO?!”
“Ne. Pasti kau terkejut. Appa sengaja baru sekarang mengatakannya. Karena appa ingin membuat kejutan kepadamu”
“Kejutan? ini lelucon. Appa bercanda?”
“Ani. Wae?”
“Aku tidak SETUJU. Aku juga tidak mengenal mereka. Benar-benar lelucon, masa datang-datang membawa orang asing kerumah ini. ANIYO” aku menolak keras.
“Sangjin, dengar dulu…” kata-kata appa ku potong.
“SHIREO! Tidak ada yang bisa menggantikan eomma. Tidak akan pernah ADA” ketus ku meninggalkan mereka. Hari ini benar-benar memuakkan. Mulai dari sekolah sampai rumah. Berani sekali appa membawa calon pengganti eomma tanpa sepengetahuanku.
“Jeongmal mianhae. Mungkin dia terkejut. Dia memang agak agresif” ucap appa ku yang masih terdengar oleh ku dari depan kamar ku dilantai dua.
“Ne arreseoh. Aku tau posisinya” jawab yeoja itu kepada appa dengan lembut.
                        Aku membuka pintu kamarku dan aku hempas pintu kamarku. Aku benar-benar muak dengan keadaan hari ini. Mereka semua menyebalkan. Aku hempas tubuh ku ke tempat tidur dan memejamkan mata ku.
O>O>O>O>O
KRIIING
                        Suara jam weker ku berbunyi lagi setiap pagi. Perlahan ku buka mataku sambil bangkit duduk. Kubergegas ke kamar mandi untuk segera berangkat sekolah. Inginnya aku tak bertemu mereka. Karena aku masih jengkel mengingat kemarin. Ku kuncir dua tinggi rambutku dengan memakai pita hitam. Seperti biasa aku menggunakan aksesoris hitam. Warna favoritku.
                        Setelah selesai, aku memakai sepatu dan turun ke ruang makan. Tak disangka sepagi itu yeoja yang akan menjadi calon eomma ku itu sudah menyiapkan sarapan di meja makan. Dia menyadari keberadaanku.
“Kau sudah bangun? kau rajin sekali yah? kajja, sarapan” ajak yeoja itu.
“…” aku hanya diam dan menatapnya datar.
“Kenapa disitu saja? kajja”
“Ani. Aku tidak lapar” jawab ku datar dan meninggalkan ruang makan. Aku berjalan menelusuri ruang tamu dan membuka pintu depan.
“HAH?!” mata ku membulat terkejut melihat sosok namja anak dari yeoja calon eomma ku itu.
“Annyeong” sapanya pada ku tepat dihadapanku. Tubuhnya tinggi dari aku. Aku hanya setinggi pundaknya. Aku tidak menyangka bahwa dia sangat tinggi. Dia memakai kaos putih dengan jaket terbuka dan celana trening. Sepertinya dia habis jogging. Buktinya dia membersihkan keringatnya dengan handuk kecil dilehernya.
“….” aku hanya diam dan menatapnya datar. Kemudian, aku meninggalkannya tanpa menghiraukanya.
“Hemh, dia kenapa?” tanya namja itu yang terdengar olehku.
                        Sesampai disekolah, aku langsung menuju kelas. Saat masuk kelas, Raesun sudah tersenyum pada ku. Tapi, aku tetap saja tak mau meresponnya. Tiba-tiba, Injung menabrak pundak kiriku dari belakang.
“Ups, sorry. Aku benar-benar tidak sengaja” ujarnya yang mengolok.
“Heh, kau memang suka cari masalah?” tanya ku yang mendorongnya hingga terjatuh.
“Kau yang mencari masalah. Kau selalu saja bersikap kasar dengan teman-temanmu” ketusnya yang berdiri sambil menunjuk wajahku dengan jari telunjuknya.
“Teman? kalian bilang teman? kalian semua itu pengkhianat. Penjilat” ketus ku meneriaki semua orang dikelas.
“Mwo?” ujar semua hampir serentak. Hanya Raesun yang tidak. Tapi, matanya membulat terkejut mendengar perkataanku.
“Ya, kalian hanya suka menghamburkan harta. Kalian tak pernah mengerti perasaan teman-teman kalian. Kalian hanya ada saat teman kalian bahagia. Kalian akan menghilang disaat teman-teman kalian membutuhkan seseorang. Apa itu bisa disebut sebagai teman?” tanya ku pada semua yang ada dikelas. Sejenak mereka terdiam.
“Jinjja? kamu saja tidak pernah bergaul dengan teman sekelasmu. Kau begitu cuek kepada kami. Darimana kau tahu, hah?” ucap Injung sambil melipat kedua tangannya ke dada.
“Karena kalian musuh sama dengan musuh. Biarpun aku diam, tapi aku sering mendengar ocehan kalian tentang teman kalian sendiri. Contohnya, Injung sering membicarakan Gain dari belakang bersama Hara. Yang kalian bicarakan adalah soal perusahaan appa Gain yang akan bangkrut. Apakah itu pantas disebut pertemanan?” jelas ku yang mulai naik tensi.
                        Injung mematung saat mendengar kalimat-kalimat itu keluar dari mulutku. Aku melihatnya sedang meneguk air ludahnya karena takut. Aku pun tersenyum licik padanya.
PLAAAK
“Kau…, berani sekali kau memfitnah ku, hah?” Injung menampar pipi kiri ku. Aku memegangi pipiku yang memerah karena tamparannya yang cukup keras itu. Aku menatapnya bagaikan setan.
“Fitnah? kaulah orang yang suka memfitnah, Injung. Sadarlah!” ujar ku meneriakinya.
“MWO?!” Injung menjambak rambutku. Aku pun membalasnya dengan menjambak rambutnya juga. Akhirnya terjadinya duel diantara kami. Hingga akhirnya Myungsoo ketua kelas kami turun tangan dengan masalah ini. Raesun yang tidak tahu apa-apa pun mencoba melerai kami.
“Lihat saja nanti, kau akan merasakan kehilangan semua orang didunia mu, Sangjin!” ujar Injung berteriak sambil memberontak karena dia telah dipegangi oleh Myungsoo.
“…” aku shock mendengar kata-kata itu. Itu seperti kata kutukan bagi telingaku.
“Sudah, kita ke UKS saja. Pipimu berdarah” ucap Raesun yang mencoba mengajak ku keluar kelas.
                        Raesun membawa ku ke UKS. Kami berdua tidak masuk mata pelajaran pertama. Raesun membawa kotak obat ke sampingku yang sedang duduk dikursi.
“Sini, aku bersihkan dulu luka mu!” perintahnya yang menyuruh ku memalingkan wajahku kehadapannya.
“Tidak perlu! aku bisa sendiri” ketus ku menolak menatapnya.
“Sini!” Raesun tetap bersi keras. Aku pun mengalah. Karena aku sedang lelah berdebat dengan orang.
“Nah selesai!” ucapnya setelah memasangkan handsaplas dipipi kiri ku yang terkena cakaran kuku Injung.
“Aku pernah bertemu seorang teman yang memiliki sikap sepertimu. Malah lebih keras dari dirimu. Dia memiliki masalah dalam kehidupannya dirumah. Jadi, aku bisa mengatasi mu sama dengannya” jelas Raesun sambil membereskan kotak obat.
“Kau anak dari Lee Sung Jin kan? kau pemilik sekolah ini kan?”
“Ne” jawab ku datar.
“Eomma mu meninggal ketika kamu berumur 6 tahun dalam sebuah kecelakaAn di bawah jurang, kan?”
“Darimana kau tahu tentang itu?”
“Berita tentang itu sampai masuk kedalam Koran dan televisi. Kecelakaan itu termasuk kecelakaan yang mengejutkan. Karena ayahmu kan presidir dari perusahaan SHINWA” jelasnya.
“…” aku hanya diam dan menundukkan wajahku.
“Tapi, yang aku belum tahu sekarang adalah mengapa kau bersikap dingin kepada setiap orang?”
KRIIIING
“Sudah istirahat. Aku ingin ke kelas” ucapku.
“Jakanman, aku ikut” ucap Raesun bergegas mengembalikan kotak obat di UKS itu.
                        Kami pun kembali ke kelas. Raesun sepertinya takut untuk berjalan bersama dengan ku. Jadi, dia memilih berjalan dibelakang ku. Ku buka pintu kelas dan kulihat sosok namja yang tak asing duduk disamping kursi ku.
“Kau?!” ketus ku jengkel melihatnya.
“Hai!” panggilnya tersenyum kearah ku.
“Kenapa kau sekolah disini?” tanya ku dengan nada tidak suka.
“Wae?” tanya namja itu bingung.
“Memangnya kau saja yang boleh bersekolah disini? sekolah inikan untuk umum” sambar Injung dari tempat duduknya.
“Diam kau! Jika kau tidak ingin mencari masalah denganku. Aku bisa saja mengeluarkan mu sekarang dari sekolah ini” ancam ku.
“Tapi, syukurnya aku masih punya hati” lanjutku. Injung terlihat bergidik mendengar kata-kata ku itu. Dia terdiam dan tak berani menatapku. Aku duduk dibangku ku dan diikuti Raesun yang juga duduk dibelakangku.
“Kapan kau masuk ke kelas ini?” tanya ku tanpa menatapnya.
“Baru tadi pagi” jawabnya singkat tapi terdengar ramah.
“Oh ya, kita belum saling mengenalkan? padahal kita tinggal satu rum…” kata-kata namja itu ku potong dengan menutup mulutnya yang lebar itu. Aku tatap matanya dengan pekat. Dia pun mengangguk mengerti dari isyaratku. Raesun tampak bingung melihat tingkah ku.
“Janeun Han Sangjin imnida” ujar ku datar.
“Ouh, aku Park Chanyeol imnida. Chanyeol” ujarnya tersenyum lebar hingga gusinya yang putih itu terlihat.
“Oh…” jawabku dengan nada datar.
“Pipimu luka?” tanyanya.
“Hanya tergores” jawabku.
“Oh..” namja itu mengagguk.
                        Sepulang sekolah aku berjalan menuju gerbang untuk segera pulang. Tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggil namaku dari belakang. Aku pun berbalik mencari sumber suara itu. Ternyata, Chanyeol yang memanggilku. Ia berlari sambil melambaikan tangannya kearah ku.
“Kita pulang bareng, yah?” ajaknya kepada ku. Aku langsung mengerut dahiku.
“Wae?” tanyanya bingung.
“Ani” jawab ku meninggalkannya.
“Waeyo? kitakan satu rumah”
“Ssst” aku menyuruhnya diam dengan menutup mulutku dengan jari telunjuk.
“Oh, o.k. Tapi kita pulang sama-sama, yah?” ajaknya lagi yang keras kepala itu.
“ANI” aku menekankan kata itu.
                        Aku meninggalkannya tanpa menghiraukannya. Aku memeprcepat jalanku tanpa menengok sedikit pun kearah belakang. Aku mearaba pipiku yang menggunakan tanganku. Terasa sedikit perih. Tiba-tba saja aku menengok kebelakang.
BUUUK
“Auw…” aku terjatuh.
“Gwaencanayo?” tanya Chanyeol yang adalah orang menabrakku. Dia duduk berjongko dihadapanku.
“Kau benar-benar membuat ku kesal” ujar ku menyerngit sambil berdiri.
“Aku tidak berjalan bersamamu” ujarnya.
“Menjaulah dari ku. Kau tau? betapa bencinya aku melihatmu sama seperti aku melihat eomma mu. Jika kau tidak ingin aku membencimu, menjaulah dariku” ancam ku kepadanya dengan tatapan dinginku. Namja itu sejenak terdiam oleh kata-kata ku tadi. Aku membalik badanku dan kemudian meninggalkannya.
“Wae? Kenapa kau membenci kami?” tanya dari jauh.
“Karena…tidak ada yang bisa menggantikan eommaku” jawab ku dengan sedikit meliriknya kebelakang.
                        Aku kembali melanjutkan langkahku. Hatiku merasa hampa ketika aku mengingat eomma. Kejadian 11 tahun yang lalu membuat hati ku masih merasa sakit. Sakit sekali dengan sikap appa kepadaku. Tak terasa butiran air mengalir di kedua pipiku. Aku mengusapnya, lalu berlari kencang menembus angin musim gugur yang mulai terasa dingin ini.
                        Sesampai dirumah aku melihat appa, calon eomma ku dan haraboji duduk sambil ngeteh di ruang tengah. Tapi, aku tidak menghiraukan mereka.
“Sudah pulang, duduk disini dulu. Eomma buatkan kue kiring cokelat dan teh hangat. Pasti diluar dingin” ucap yeoja paruh baya itu.
“Mwo? Eomma? heh, berani sekali kau menyebut dirimu eomma”
“Sangjin” tegur appa.
“Mwo? appa mau membela calon istri appa itu?”
“Sangjin jaga ucapan mu itu!” appa membentakku.
“Wae? aku hanya tidak ingin dia menggeser posisi eomma kok” jawab ku yang tak mau mengalah.
“Biar saja. memang aku yang salah” ujar yeoja paruh baya itu menenangkan appa. Cih…cari perhatian sekali dia dengan appa.
“Kita harus bicara empat mata diruang appa” perintah appa dengan nada keras.
“Ani. Aku cape. Malas berdebat dengan appa” jawabku berjalan ke kamar.
“Anak ini memang…”
“Sabar, kau tidak bisa bersikap seperti itu dengan anakmu. Kau juga harus mengerti perasaanya. Pasti ada suatu perasaan yang tidak mengerti tentangnya” ucap calon eomma ku yang ku dengar sebelum masuk kekamar.
“Dia benar, Sung Jin. Kau tahukan bagaimana perasaan Sangjin selama ini?” ujar haraboji.
                        Entah kenapa, aku selalu merasa ingin sendiri didunia ini. Apalagi ketika appa bilang aku inilah penyebab meninggalnya eomma. Itulah kata-kata yang menyakitkan yang dikatakan appa ketika 11 tahun lalu. Itu membekas diujung hatiku.
[Flashback]
60 detik sebelumnya…
                        Bertepatan musim semi, dedaunan hijau dan warna-warni bunga dan buah berhamburan disudut kota Seoul. Kami sekeluarga berlibur ke gunung untuk merayakan ulang tahun eomma. Appa duduk didepan sendiri mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Aku duduk dibelakang bersama eomma sambil bernyanyi riang. Aku memeluk boneka beruangku dengan erat. Appa juga ikut bernyanyi dan tersenyum dengan kami. Indahnya hari itu. Hari yang benar-benar ku harapkan berkumpul bersama. Inginnya hari itu tidak berakhir.
“Eomma, sampai disana kita langsung memancing disungai, yah? aku ingin naik perahunya” pinta ku pada malaikat ku.
“Ne, sayang” jawab suara malaikat itu.
“Appa tidak diajak?” tanya appa menggoda sambil menengok kebelakang.
“Tentu saja diajak” jawab ku.
“APPA!” eomma tiba-tiba berteriak. Aku pun menatap ke mana mata eomma melihat.
“AWAS!” teriak ku. Appa langsung melihat kedepan dan merem mobilnya mendadak.
                        Sungguh nyaris kami dilindas sebuah truck besar didepan kami. Tapi, nyaris lagi sekarang mobil kami terperosok ke jurang menghantam batu besar. Bagian depan mobil benar-benar hancur. Tubuh appa berlumur darah. Tapi, ia bergerak. Ia mencoba memecahkan kaca mobilnya, tapi tidak bisa.  Ia hantupkan sikutnya ke jendela kaca mobil sekeras mungkin.
PRAAANG
                        Appa berhasil memecahnya. Ia berusaha keluar dan berhasil. Tiba-tiba appa pingsan setelah keluar dari mobil. Aku masih terjepit didalam mobil disamping eomma. Aku mendengar eomma yang berdesis kesakitan tepat disampingku. Tangannya mendorong kaca jendela disampingku. Tapi kekuatannya tak dapat memecahkannya. Ia menarik tubuhku dan mendorongnya kedepan. Aku tak dapat berbicara karena menahan sakit kaki ku yang terjepit. Air mataku mulai mengalir saat melihat luka yang banyak tepat diwajah eomma. Mana lagi eomma tak berbicara sepatah katapun.
                        Sekarang aku sudah didepan. Aku bergegas keluar dari mobil melalui jendela yang appa lalui. Aku gedor jendela mobil disamping eomma.
“Eomma, cepat keluar!” aku berteriak memanggilnya dari luar.
“Eomma!” emmoa tidak menjawabku. Mata eomma tertutup. Apa dia pingsan? dia tidak boleh pingsan disaat seperti ini. Eomma harus keluar.
“Hiks…appa, appa, bangun…tolong eomma, eomma, masih didalam, appa!” aku menangis menjerit dan menggoyang-goyang pundak appa ku yang tak sadarkan diri.
“Eomma, keluar, ppali!” aku berteriak memukul kaca jendela mobil ku.
“Hah…ap-api? EOMMA PPALI!!” aku mengeras pukulan ku ke kaca jendela. Tapi, eomma tak menjawab panggilan ku. Eomma masih tak sadarkan diri. Dikeningnya ada darah yang mengalir.
“Eomma, bangun….” aku terus menangis. Aku ambil sebuah batu yang tak jauh dari ku dan ku pukulkan ke kaca jendela mobil ku.
PRAAANG
“Eomma!!” panggil ku sambil menarik-narik tangan eomma ku. Tapi, eomma tak menjawab. Tubuhnya terjepit di himpitan mobil yang sudah hancur itu.
“HAH?!” mata ku tercengang melihat api yang membesar di mobil ku. Aku berdiri dan menarik appa ku jauh dari mobil. Berat. Sangat berat aku menarik appa ku dengan tubuh mungil ku.
DUUUAR
“Hah..heh..hiks…EOMMA” aku berteriak dan menangis sejadi-jadinya sambil menopang kepala appa dipahaku.
1 Hari kemudian, dipemakaman…
                        Appa menangis dan terus menangis disepanjang pemakaman. Aku berdiri dan tak berani memeluk appa. Karena sejak appa sadar, ia tak menghiraukanku sama sekali.  Ia tak tersenyum kepadaku lagi. Ia tak menatapku lagi. Aku takut. Aku takut apa marah padaku.
                        Setelah kami pulang, appa langsung duduk didepan poto mendiang eommaku. Ia terus menangis dan menundukkan kepalanya. Haraboji datang menemui appa dan aku melihat dari pintu kaca.
“Ku lihat sejak kau sadarkan diri dari kecelakaan itu, kau sama sekali tak menyapa Sangjin. Ada apa?”
“….” appa tidak menjawab. Appa tetap menundukkan kepalanya.
“Apa kau marah padanya? kau menganggap kecelakaan ini adalah karena Sangjin?”
“…” appa tetap diam. Perasaanku gelisah dan khawatir. Appa hanya diam dan sedari terus menangisi eomma.
“Ini kecelakaan. Tak ada yang salah dan yang benar Sung Jin” ucap haraboji pada appa.
“Dia tidak akan meninggal jika, ia tidak menyelamatkan Sangjin” ucap appa gemetar.
                        Mata ku membulat mendengarnya. Aku memegang dada ku. Hati ku tiba-tiba sakit. Aku berdiri kaku disini dimana baru saja aku mendengar bahwa akulah penyebab kematian eommaku.  Aku menatap haraboji yang juga shock mendengar kata-kata appa. Kemudian, haraboji menatap ku.
“Hah?” haraboji terkejut aku berdiri didepan pintu sambil menangis. Ia pasti tahu kalau aku sedari mendengar percakapan mereka.
“Hiks…hiks…” aku menangis saat haraboji menatapku dengan tatapan kasihan. Hati ku seperti dilempar kesebuah batu karang dan akhirnya hancur berkeping-keping. Aku merasa, aku akan membenci appa.
                        Setelah seminggu eomma meninggalkan kami, Appa pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pekerjaannya. Sejak saat itu appa jarang pulang kerumah. Aku lebih sering bersama  haraboji setelah appa pergi dan lebih sering sendiri. Aku tak pernah tersenyum, apalagi ketawa. Hidup ku kelam penuh kegelapan.
[Flashback End]
                        Pagi di hari minggu, aku ingin mengajak kuda Poni ku untuk berjalan-jalan. Kuda Poni itu adalah pemberian eomma disaat Ulang Tahun ku. Kuda Poni yang kami beli di Australia bersama. Kuda Poni itu bernama Ri Chan. Berwarna Putih.
                        Ku pasang sarung tangan, topi, dan sepatu berkudaku yang berwarna cokelat. Aku berjalan melewati ruang makan dan kulihat appa sedang berbincang-bincang dengan calon eomma ku itu. Aku terhenti saat appa melihatku.
“Eh, Sangjin. Mau berkuda, yah?” tanya appa lembut.
“Ne” jawab ku datar.
“Oh ya, siang jam 11 appa akan melangsungkan pernikahan di Aula Perusahaan. Datanglah!” ujarnya.
“Ani” jawab ku singkat sambil berjalan meninggalkan mereka. Tak disangka, tepat dihadapanku, kulihat Chanyeol melihat ku terkejut dengan jawaban ku itu. Tapi, aku tak menghiraukannya. Aku tetap saja berjalan.
“Annyeong, Ri Chan!” sapaku pada kuda Poni ku yang besar itu.
“Dulu kau kecil seperti ku, sekarang kau sangat besar dan gagah. Kau pasti kuat membawa ku jalan-jalan, kan?” tanya ku sambil memusut pipi Ri Chan dengan lembut.
“Kajja, kita berangkat!” ujar ku sambil mencoba menaikkinya. Kaki ku tak sampai untuk duduk dipunggungnya. Ku coba sekali lagi dan…
“Naiklah!” ujar suara seorang namja yang memegang pinggang ku dan mendorongnya naik ke atas kuda.
“Hah, Cha-chanyeol?” ucap ku terkejut.
“Aku ikut jalan-jalan” ujar Chanyeol yang menarik kuda appa yang berwarna cokelat.
“Kajja!” ajaknya setelah menaikki kudanya.
                        Aku pun menunggangi kudaku lebih dulu darinya. Aku berjalan didepan. Kemudian, dia menyusul ku tepat disampingku.
“Kenapa kau tidak datang ke pernikahan appamu? apa kau tidak merestuinya?” tanya memecahkan keheningan.
“Ne” jawabku datar.
“Wae? apa kau sebegitu bencinya dengan kami?”
“…” aku hanya diam.
“Aku tahu kenapa kau bersikap seperti itu. Aku juga pernah merasakan hal yang sama seperti mu. Aku kehilangan seorang appa ketika aku dilahirkan. Ketika hari dimana aku dilahirkan, appa ku ditugaskan berperang ke Palestina. Eomma berjuang sendirian tanpa didampingi appa untuk melahirkan ku. Setelah aku berhasil dilahirkan, eomma mendapatkan kabar bahwa appa meninggal didalam perang itu. Seketika itu eomma ku pingsan karena shock mendengar kabar itu” suara sendu dari namja itu.
“Ah…” aku bingung ingin berbicara apa. Wajah itu, wajah yang sedih. Matanya bertatapan kosong.
“Wah ada danau, kita istirahat disana” ajaknya mendahului ku.
                        Kami pun mengikat kuda dibawah pohon nan rindang yang tak jauh dari kami duduk dipinggir danau. Kami duduk didanau buatan appa. Appa membuat danau ini ketika merayakan Ulang Tahun pernikahanya bersama eomma. Danau yang berairkan air jernih dan terdapat ikan Koi. Batu hias yang disusun dibuat seperti jembatan penyebrangan. Matahari memantulkan sinarnya diatas air danau.
“Aku tidak tahu bagaimana cara tersenyum?” ujar ku yang memulai pembicaraan. Chanyeol spontan menatapku.
“Aku tidak tahu cara tertawa? dan aku tidak tahu cara berteman?”
“Wae?” tanyanya.
“Karena hawa hitam sudah menyelimuti ku”
“Hawa hitam?”
“Ne. Kata-kata hitam yang keluar dari mulut appa membuat ku merasa bersalah dan membenci appa”
“…” Chanyeol terdiam. Tampak menyerap katak-kata ku.
“Appa menganggap kematian eomma itu karenaku. Dalam kecelakaan, eomma rela terjepit demi mengeluarkanku dari mobil. Akhirnya eomma meledak didalam mobil dan ia tentu saja tewas karena itu” jelas ku sambil memainkan air danau dengan kaki ku.
                        Kenapa dia diam? aku pun menatapnya. Dia menatap ku dengan tatapan mengerti. Aku memalingkan wajahku karena aku belum pernah ditatap seseorang seperti itu sebelumnya.
“Hehehm. Hidup memang seperti itu. Semua orang yang kita cintai akan pergi satu persatu. Tapi, cinta kita tidak akan pernah pergi” ucapnya sambil tersenyum menatapku. Walaupun aku tak melihatnya.
“Ya sudah, ini sudah jam 9. Aku harus siap-siap untuk pernikahan. Kau datangkan?” tanyanya sambil beranjak.
“Ani” jawab ku singkat.
“Kau membutuhkan seorang eomma dan appamu membutuhkan seorang istri untuk merawatnya” ujarnya.
“Lalu, aku harus perduli?” jawab ku sinis.
                        Ku tatap wajahnya. Wajahnya bercahaya karena patulan sinar matahari. Dia tersenyum padaku. Aku langsung menundukkan kepalaku. Lalu kembali bermain air di danau. Chanyeol pun pergi meninggalkan ku. Aku masih duduk dipinggr danau.
                        Setelah ku rasa aku cukup puas bermain di pinggir danau, aku beranjak untuk pulang. Sepanjang perjalan aku berpikir tentang pernikahan appa. Aku rasa kata-kata namja itu benar. Tak selamanya aku terlarut ke dalam kegelapan ini. Aku juga masih membutuhkan seorang eomma. Mungkin dengan pernikahan ini appa bisa kembali menyayangi ku seperti dulu. Ku harap keputusan ini eomma setujui. Aku menatap langit nan biru disana.
O>O>O>O>O
                        Kupakai gaun peninggalan eomma ketika eomma merayakan Ulang Tahun pernikannnya. Gaun itu berwarna biru langit. Ku kuncir dua rendah rambut ku yang sudah aku keriting. Lalu, ku poles wajahku sedemikian cantik. Ketika ku lihat dicermin, mata ku membulat saat melihat diriku.
“Eomma…kenapa aku sangat mirip dengannya?” aku bertanya pada diriku dicermin.
“Hah…aku merindukannya. Semoga kau bahagia dengan apa yang aku lakukan sekarang, eomma” ucapku sambil menatap diriku dicermin.
                        Aku pun bergegas turun ke ruang bawah dan segera berangkat ke pernikahan appa. Ketika ku buka pintu depan kulihat Chanyeol berdiri didepan mobil sedan putih. Ia tersenyum melihatku. Ia memakai jas putih dengan celana putih juga. Rambutnya yang lurus dibiarkan sedikit berantakan, tapi masih terlihat gaya.
“Kau belum berangkat?”
“Belum. Aku menunggumu”
“Darimana kamu tahu kalau aku akan berangkat?”
“Karena aku tahu hati mu” jawabnya. Jawaban itu membuat ku tercengang. Aku terdiam sejenak.
“Kajja!” ajaknya yang membukakan pintu mobilnya.
“Kau bisa mengendarai mobil?”
“Tentu saja” jawabnya.
                        Aku pun menuruti perintahnya dan masuk kedalam mobil. Kududuk disampingnya. Tak ada pembicaraan disepanjang perjalanan. Aku hanya menatap jalan didepan mata ku. Sampailah kami diperusahaan appa. Banyak mobil yang terpakir rapi didepan perusahaan. Kami turun dari mobil dan langsung menuju aula.
                        Chanyeol tampak tenang. Sedangkan aku, masih sedikit tidak rela dengan pernikahan ini. Biarpun eomma sudah tidak ada. Tapi, aku masih merasa dia ada disini. Melihat semua ini.
“Kau tampak berbeda hari ini” ucap Chanyeol.
“Hah?”
“Kau terlihat lebih yeoppeo”
“…” aku terdiam saat mendnegar kata-kata yang tak pernah lagi aku dengar sejak eomma meninggal. Kata-kata yang setiap harinya eomma katakan padaku. Akhirnya dikatakan oleh namja ini. Tak terasa air mataku menetes.
“Gwaencanayo?” tanya Chanyeol yang khawatir.
“Gomawo” jawab ku sambil mengusap air mataku.
“Hah?” namja itu tampak bingung.
“Kajja!” ajak ku.
                        Chanyeol tersenyum pada ku. Kami pun memasuki aula. Kami buka pintu aula. Semua mata tertuju padaku. Termasuk appa dan eomma baru ku.
“Sang-sangjin…” appa terkejut melihat ku. Aku hanya tersenyum pada appa.
“Sangjin!” ujar haraboji yang juga terkejut melihat ku. Haraboji pun tersenyum lebar kepadaku.
“Dia tersenyum” ucap appa ku.
“Tentu saja” jawab eomma baru ku itu.
                        Chanyeol pun menyuruhku untuk duduk ke kursi depan. Aku duduk tepat disamping Chanyeol. Pernikahan pun berlangsung dengan sejahtera. Aku merasa bahagia sekarang. Sekarang akan terasa lengkap lagi. Walau aku harus beradaptasi lagi dengan keluarga baru.
O>O>O>O>O
“Sangjin!” Raesun sudah berteriak sebelum aku masuk kedalam kelas. Aku hanya diam dan berjalan ke bangku ku.
“Sangjin, aku melihat pernikahan appa mu di Televisi secara langsung kemarin” ujarnya girang menghampiriku.
“Lalu?” tanya ku dingin.
“Kau pasti bahagia kan? karena kau sudah mendapatkan eomma baru” ucapnya dengan semangat.
“…” aku hanya diam menatapnya. Lalu, memasang headshet ku.
“Annyeong” sapa Chanyeol yang baru datang.
“Annyeong” balas Raesun. Chanyeol pun membalasnya dengan tersenyum.
“Ya! kenapa kau meninggalkan ku?” tanya Chanyeol sambil mendorong pundak ku.
“Mwo?” tanyaku melepaskan headshetku.
“Ani” jawab Chanyeol yang kemudian berpaling.
“Ciih…dasar idiot” ucapku.
“Mwo?” tanyanya.
“Ani” jawabku.
                        Raesun yang melihat tingkah kami hanya memandang kami dengan tatapan tak mengerti. Raesun belum tahu kalau aku tinggal satu rumah dengan Chanyeol. Karena aku memang tak ingin siapa pun disekolah ini tahu.
                        Setelah pulang sekolah, aku merasa kedinginan. Aku langsung menuju dapur untuk membuat susu hangat dan roti bakar. Setelah selesai, aku bawa segelas susu ku dan roti bakar ke meja makan.
“Sangjin!” panggil Chanyeol.
“Hah?”
BYUUR
“Akh…” aku berteriak kepanasan. Susu yang hendak ku minum tertumpah di rok sekolah ku.
“Gwaencanayo?” tanya Chanyeol yang khawatir.
“Ets…panas sekali” aku mulai menjerit.
“Ini!” Chanyeol membersihkan rok ku.
“Andwe. Aku bisa sendiri” aku menolak sambil mendorong keras tangannya.
“Duduklah” perintahnya mendorong pundak ku ke kursi untuk duduk.
“…” aku hanya diam menuruti perintahnya. Chanyeol membawa bak berisi air bersih. Ia masukkan lap ke dalam air tersebut, lalu ia bersihkan kaki dan rok ku. Aku masih menahan panasnya air susu di kakiku sambil memusut-musut rok ku.
“Sudah. Sekarang ganti pakaian mu. Nanti kau malah masuk angin” ujarnya.
                        Aku pun berdiri dan berjalan menuju kamar. Aku merasakan kehangatan disana. Ia terus bersikap lembut padaku. Tapi, aku selalu bersikap kasar padanya. Ingin rasanya aku menghindar, tapi tak bisa. Tubuhku akan selalu merasa membatu jika berhadapan dengannya. Apalagi ketika ia tersenyum. Membuat seluruh tubuhku membeku.
“Perasaan apa ini? kenapa rasanya aneh sekali” ucap ku sambil memakai baju kaos ku. Hah..entahlah. Aku lelah memikirkannya. Aku rebahkan tubuhku ketempat tidur dan tidur siang.
O>O>O>O>O
                        Sepulang sekolah aku berjalan seperti biasa. Cuaca semakin dingin. Aku menggosok kedua telapak tanganku untuk mengahangatkannya. Aku ambil syal kain dari tasku. Tapi,…
Wuuuus…
“Hah?” aku mencoba meraih syal ku yang terbang. Aku berlari dan tetap mengejar syal ku.
TIT, TIT, TIT…
“Hah…AKH….” aku berteriak saat melihat sebuah mobil truck mengarah kepadaku.
“APPA!”  suara itu, suara Eomma. Dimana? eomma?
“AWAS!” suara ku. Tapi, aku tidak berteriak sekarang. Gelap? semua gelap? aku merasa seseorang memelukku.
“Sangjin, gwaencanayo?” tanya seorang bersuara namja. Suara besar itu seperti suara Chanyeol. Ku buka perlahan mataku.
“Hah? Chanyeol?” aku langsung duduk dari pelukkannya.
“Kakimu berdarah” ucap ku saat melihat pergelangan kakinya berlumuran darah.
“Eh..heheh. Gwaencana. Kajja kita pulang!” ujarnya yang mencoba berdiri.
“Akh” Chayeol mengeluh.
“Gwaencanayo?” tanya ku yang langsung membantunya berdiri.
“Ne. Kajja! Akh…”
“Kau terluka Chanyeol. Kita harus ke rumah sakit” ujar ku khawatir.
                        Tanpa aba-aba lagi, aku langsung memanggil taksi. Aku langsung membawa Chanyeol ke Rumah Sakit. Ku hubungi Appa dan Raesun agar besok Chanyeol dapat izin untuk tidak masuk. Tak lama, kami sampai di rumah sakit. Aku langsung membawanya ke UGD.
“Tunggulah diluar dulu, nona!” perintah seorang suster. Aku pun duduk di bangku didepan UGD menunggu Chanyeol didalam. Aku gelisah. Tangan ku keringat dingin ketakutan. Biarpun cuman kaki, jika kakinya kenapa-kenapa, bagaimana? Tak lama, Appa dan Eomma datang. Mereka nampak khawatir.
“Dimana Chanyeol, Sangjin?” tanya eomma padaku.
“Didalam. Dia sedang diperiksa” jawab ku.
“Kita tunggu disini” saran appa menenangkan eomma.
“Mianhae, eomma. Gara-gara aku, Chanyeol jadi terluka. Aku terlalu ceroboh” ucapku sambil menundukkan wajahku.
“Ani. Ini pasti kecelakaan. Jangan salahkan dirimu!” jawabnya yang memelukku.
“Jeongmal mianhae” ucapku menangis. Eomma tak menjawab. Ia memusut rambutku dengan lembut. Kehangatan itu sama dengan kehangatan yang diberikan eomma ketika aku menangis.
                        Kemudian, keluarlah dokter dari ruang UGD. Appa dan Eomma segera menemui dokter tersebut. Aku hanya duduk menunggu kabar Chanyeol. Tak lama, Appa dan Eomma menghampiriku.
“Chanyeol mengalami lumpuh sementara. Sekarang, dia baik baik saja. Kami akan menemuinya, kau mau ikut?” ajak Appa padaku.
“Ani aku menunggu disini saja” jawab ku. Mereka pun masuk keruangan itu.
“Sangjin!” seseorang berteriak ditengah lorong rumah sakit.
“Raesun?”
“Eotteohke?”
“Dia mengalami lumpuh sementara. Kau belum pulang?” tanya ku yang melihatnya masih memakai seragam.
“Baru sampai depan rumah. Aku melihat pesanmu dan langsung kesini” jawabnya yang duduk disampingku.
“Oh…kau khawatir sekali” sindir ku.
“Tentu saja. Aku sangat mengkhawatirkan kalian. AKu takut kalian kenapa-kenapa”jawabnya.
“Hemh” aku tersenyum kecil.
“Kau, kau tersenyum?” ujarnya melihatku.
“Hah?”
“Kau tersenyum Sangjin. AKhirnya kau tersenyum” ucapnya. Aku langsung mengerut dahiku.
“Wae? Itu suatu hal langka untuk mu. Kau kembali, Sangjin” ujarnya dengan nada bangga.
“…” aku hanya diam dan tersenyum lebar melihatnya. Ia pun tersenyum kepadaku.
                        Seperti sekarang aku mendapatkan teman yang cocok dengan ku sekarang. Perlahan aku mulai tersenyum kecil dan aku berharap aku akan selalu tersenyum.
                        Malam sudah tiba. Appa dan Eomma mengajak ku pulang untuk mengganti pakaian ku dulu.Tapi, aku menolaknya. Aku ingin menunggu Chanyeol.
“Kalian saja dulu. Biar aku yang menjaganya. Kalau kita semua pulang, siapa yang menjaga Chanyeol disini?” tanyaku.
“Ne, dia benar. Ya sudah, kami pulang dulu. Nanti, appa bawakan baju dan makan malam mu” jawab appa.
“Ne” jawab ku. Kemudian aku masuk menemui Chanyeol. Ia terlihat sedang berusaha duduk. Aku segera membantunya duduk.
“Ah, gomawo” ucapnya.
“Ani. Aku seharusnya yang bilang seperti itu. Jika, kau tidak membuntuti ku mungkin aku akan tertabrak truck itu” ujar yang duduk di bangku disamping tempat tidurnya. Chanyeol hanya tersenyum lebar dan lagi-lagi membuat gusi putihnya terlihat. Aku hanya nyengir melihatnya.
O>O>O>O>O
                        Hari ini tanggal 31 Desember 2012, akhir tahun. Chanyeol masih dirawat di Rumah Sakit. Tak ada rencana apapun di akhir tahun ini. Aku lebih senang memilih tinggal dirumah. Appa dan Eomma pergi ke acara perusahaan appa untuk menyambut tahun baru bersama. Appa sempat mengajakku. Tapi, aku menolak. Karena aku tak suka acara seperti itu. Haraboji lebih memilih ke makan halmoni untuk berdo’a.
Drrrt, Drrrt
“Yoboeseyo? ada apa, Chanyeol?” ujar ku mengangkat telepon darinya.
“Yoboeseyo. Kau dimana?”
“Rumah. Wae?”
“Cepat kesini”
“Untuk apa?”
“Tentu saja menemani ku. Appa dan Eomma kan pergi”
Shirreo!”
“Ya! kalau bukan kamu, aku tidak akan seperti ini”
“Kau menyesal membantuku?” aku mulai memanas.
“Ani. Setidaknya kau kan bertanggung jawab” jawabnya dengan nada menyindir.
“Ne, ne, ne. Aku kesana” jawab ku kasar dan langsung mematikan panggilannya.
                        Aku terpaksa menemui namja manja dan idiot itu. Sesampai disana aku melihat Chanyeol yang sedang membaca beberapa novel di tempat istirahatnya.
“Sangjin, kau rupanya?” ujarnya yang langsung menutup novelnya. Aku duduk disampingnya di bangku.
“Sekarang, kau mau apa?” tanya ku dingin.
“Temani saja aku disini”
“Hah…” aku menghela nafas.
“Kita akan tanya jawab dengan jujur” ujarnya.
“Tanya jawab apa?”
“Apa saja. Tapi, harus jujur” ujarnya.
“Emh…apa kau pernah merasakan cinta?” tanyanya tiba-tiba.
“Hah? a..ani” jawab ku gagap.
“Aku juga. Pacaran pun belum pernah” ujar namja itu.
“Apa kau sekarang merasakan sesuatu?” tanyanya lagi dengan menatap ku.
“Hah?” aku terkejut.
“Apa kau sekarang menyukai seseorang?” tanya Chanyeol dengan tatapan yang membuat ku tak dapat berkata-kata lagi.
Glek…Aku menelan air ludah. Aku berpikir untuk mencari cara membuyarkan pertanyaannya tadi. Aha! kursi roda.
“Ah…sudah jam 23.50, sebentar lagi pesta kembang api. Kajja, kita keluar!” ajak ku mendadak berdiri dari kursi. Chanyeol tercengang melihat tingkahku.
“Kajja!” ucapku menyuruh Chanyeol duduk di kursi roda yang sudah ku ambil. Chanyeol hanya menurut saja.
                        Aku pun membawa Chanyeol keloteng atas rumah sakit. Sesampai disana kami sudah melihat betapa ramainya jalan raya. Cukup padat dengan lampu-lampu.
“Tidak terasa tahun demi tahun berganti” ucapnya.
“Kau punya harapan diakhir tahun ini?” tanyanya.
“Ehm” jawab ku.
“Mwo?”
“Aku berharap aku dapat tersenyum dan tertawa seperti dulu” jawabku dengan tersenyum menatap langit.
“Heheh” Chanyeol tertawa.
“Wae?” tanya ku dingin.
SREEEK..
“HAH?” mataku membulat saat Chanyeol menarik tangan ku kehadapannya. Sekarang putik mata kami saling bertemu. Wajah kami pun sangat dekat. Perlahan-lahan wajahnya mendekat kearahku.
CHUP~
                        Chanyeol mencium ku. Aku tak dapat berkutik sedikit pun. Tubuhku membeku. Suhu tubuhku memanas. Aku hanya dapat menutup mataku sekarang.
Detik-detik pergantian tahun=>1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,….60.
SYUUUUT DUAAAR DUAAAR DUAAAR
                        Kami saling bertatapan. Matanya yang sayu penuh dengan kasih sayang. Aku langsung berdiri dan memalingkan wajah ku kelangit untuk melihat hujan kembang api yang menghiasi kegelapan malam. Tanganku digenggam erat oleh Chanyeol. Aku menutup mata dan berharap, semoga tahun selanjutnya adalah tahun yang lebih baik dari tahun yang lalu.
Semoga apa yang ku rasakan sekarang adalah cinta. Cinta yang kuharapkan dari dulu. Hati ku sekarang tersenyum dan kuharap eomma disana juga tersenyum.

[THE END]

CLOSE SONG=>That’s Love_Donghae ft.Henry
Huah, hua, huah…tamat deh readers. Gimana? seru gak? naah…udah kebayarkan kerinduan kalian sama author #Jiaah basi lo thor. Sekarang hutang author sama Yeol Cendeol lunas deh. Hutang buat hadiah Ulang Tahun Yeol Cendeol bikin ff. Tunggu aja sama ff selnajutnya. Ff selanjutnya adalah request dari teman author yang adalah Bakehyun. Sips…deh di tunggu aja yah readers…Annyeng Gyeseyo pay pay #dadah pake suk rinjing

1 komentar:

  1. Hard Rock Hotel & Casino Las Vegas, NV Map & Reviews
    Hard Rock Hotel & Casino Las Vegas, 충청남도 출장안마 NV. Driving directions 나주 출장샵 to Hard Rock Hotel & Casino Las 광주 출장안마 Vegas, 대전광역 출장샵 89101 US. 천안 출장샵

    BalasHapus